
Saya gak tau apa batasan yang disebut kelas menengah ngehe ataupun kelas menengah biasa aja. Justru saya
ini merasa sebagai manusia kelas menengah, kenapa saya bilang begitu karena
saya bukan jutawan sekelas Abu Rizal Bakrie dan keturunannya, namun saya merasa
relative hidup berkecukupan dibanding dengan orang pekerja bawahan yang
berpenghasilan kecil dibawah UMR. Artinya
saya ada ditengah2 dua kalangan ini, tepat kalo saya menyebut diri saya adalah kalangan
menengah. Tapi kalo dibilang kelas menengah
ngehe, saya gak bisa bilang iya, karena sebagai masyarakat kalangan ini
saya merasa tidak memaksakan keadaan maupun berperilaku berbeda.
Saya dulu diawal membangun
rumah tangga memiliki pekerjaan yang lumayan dan sudah mampu memenuhi basic
need dengan baik, spt berhasi beli rumah yang ukurannya gak sempit, kebeli mobil
serta pendapatan yang tersisa terasa banyak meski telah selesai memenuhi basic
need, akhirnya membuat saya menghabiskan uang sisa itu tanpa tujuan jelas dan
ujung2nya membiasakan hidup dengan barang2 branded,memiliki gaya hidup modern
dari mall ke mall, travelling kemana- mana tanpa mikirin apakah jumlah tabungan
dan investasi saya sepadan dengan pengeluaran hura- hura saya, saya pun masih
cenderung ikut- ikutan dengan gaya hidup
orang. Saat itu untuk beli makanan anak saja saya harus belanja ke ranch
market, makanan lulla saya lebih percayakan pada produk impor, tanpa mikir
sudah halal kah? Untuk beli pakaian harus branded, saya gak bisa liat kata sale
dikit, bahkan saya pernah ngantri beli diskonan mark and spencer dengan antrian
kasir yg gak wajar.
Saat itu saya rasa saya tepat jika disebut kelas menengah ngehe.Namun karena semakin usia bertambah, saya makin berfikir bijaksana, bahwa gaya hidup itu pilihan kita masing2. Setiap orang punya tujuan, maka setiap orang punya kebebasan menentukan bagaimana ia menyusun prioritas hidupnya. Apakah mau memprioritaskan diri dengan memperlihatkan tampilan lahiriah dan gaya hidup (seolah) jetset tapi ketahanan financial ga maksimal atau lebih memilih menjadi orang yang terlihat biasa2 saja tapi memiliki ketahanan financial yang cukup kuat untuk menyongsong masa depan?
Seiring berjalannya waktu, saya pun mulai menata diri dan menentukan
prioritas hidup saya, saya memandang hidup bagi saya makin baik jika lebih memiliki
persiapan yang memadai untuk menyonsong masa depan dengan cara mempersedikit
pengeluaran tidak perlu, hidup lebih santai tidak terbebani akan trend , meminimalisir
hutang dan lebih mengembangkan investasi maupun tabungan.
Tabungan dan investasi saya bedakan, karena investasi saya
lebih maksudkan untuk property, asuransi, emas maupun surat berharga, sementara
tabungan lebih pada tabungan berupa dana liquid dan tabungan berjangka. Untuk
meraih ini, saya dengan sangat logis
memangkas biaya2 tidak perlu, seperti cermat dalam belanja makanan, mengurangi
kebiasaan hangout yang menyedot biaya tidak sedikit, saya tidak lagi minded
harus belanja di tempat dan merk tertentu, saya lebih banyak mengunjungi pasar
tradisional untuk memenuhi kebutuhan makan harian daripada supermarket, karena
selain jauh lebih murah, beberapa item seperti ayam, saya menyaksikan sendiri proses
pemotongannya yg insyallah halal. Saya pun mengendalikan kebiasaan menginginkan
barang yang tidak saya perlukan, saya mengedepankan konsep membeli karena butuh
bukan karena ingin. Untuk pembelian kendaraan, saya memilih pembelian dng cara
cash agar tidak menimbulkan beban tambahan. Saya pun tidak mainded harus diantar
jemput dengan mobil meski punya supir pribadi, saya mencoba praktis dengan moda
transportsi tercepatdan terefisien. Saya mengikis agenda jalan2 ke mall rutin
mingguan bersama anak2, saya coba ganti dengan kegiatan anak2 yang lebih
outdoor atau kegiatan penuh kreatifitas, dengan mengadakan kegiatan2
menyenangkan seperti masak bareng maupun mengerjakan project bersama seperti
membuat handcraft. Saya pun kemudian membuat agenda2 travelling yang
proporsional, saya menargetkan jumlah tabungan terlebih dahulu baru menentukan
agenda travelling.
Saya sadar sepenuhnya bahwa saya adalah kalangan menengah,
diatas saya banyak orang yang memiliki keberlimpahan materi bahkan mungkin gak habis
tujuh turunan. Saya cukup tau diri apa yang saya miliki saat ini belum ada
apa2nya. Pemahaman ini membuat saya senantiasa mencoba untuk selalu rendah
hati, gak mau berhenti berupaya dan selalu bijaksana menggunakan uang.
Disamping itu adanya pemahaman bahwa saya cukup beruntung karena memilki
kehidupan yang jauh lebih baik dari orang2 berpenghasilan dibawah UMR, dimana
untuk basic need saja orang2 itu kesulitan, membuat saya merasa bersyukur atas
karunia Allah ini, saya merasa harus menjadi lebih baik lagi menjalani ibadah
saya kepada Nya, saya pun merasa punya tanggungjawab lebih untuk dapat membagi
rezeki saya kepada kaum yang gak seberuntung saya.
Sehingga saya berkesimpulan bahwa menjadi kalangan menengah
gak semestinya menjadi ngehe, ada baiknya disikapi dengan bijaksana,
bersyukurlah kita bisa hidup lebih normal, karena dalam pandangan saya hidup
terlalu kaya itu tidak enak, terlalu miskin pun sungguh sengsara. Bersyukur dan
tau diri adalah kunci menjadi kalangan menengah yang tidak ngehe, karena efek
dari ungkapan kelas menengah ngehe adalah
karena adanya sebuah realita bahwa beberapa masyarakat yang berangkat dr kaum
menengah banyak yang bergaya bagai orang kaya baru dan bersikap sombong seolah
telah menggenggam dunia. Jika semua kaum menengah menyikapi hidup cukupnya
dengan tetap rendah hati saya rasa gak akan ada ungkapan ini.
Menurut pandangan saya jika kita diberi kelimpahan materi
saat ini, (mungkin dulu belum seperti ini), kita harus jauh lebih bersyukur,berhentilah
berfikiran untuk dianggap sukses itu berarti harus punya materi seperti apa, harus
bergaya hidup jetset,harus bisa beli ini dan itu yang kemudian harus dipamerkan
berlebihan dan ogah terlihat hidup biasa saja.
Buat saya hidup cukup dan siap menyongsong masa depan dengan
ketahanan financial yang baik adalah sebuah goal hidup yang cukup logis dan
proporsional. Tapi sekali lagi, pilihan hidup ada pada diri kita masing2, saya
menghormati seluruh orang dengan prilaku yang mengarah pada kelas menegah ngehe
sekalipun, saya gak berani judging bahwa yang begitu itu norak atau apa
meskipun sebagian besar tentu merasa terganggu dng org2 berprilaku demikian.
Meski tidak mudah, saya rasa untuk dapat hidup berdampingan
dengan nyaman saat bertemu segelintir orang dengan type kelas menengah ngehe begini, ada baiknya kita mengedepankan
pemikiran tiap orang punya kebebasan
menentukan akan dihabiskan untuk apa hidupnya, pandangan semacam ini juga mungkin bisa mengurangi dosa kita supaya gak jadi nyela orang ataupun memandang orang miring :)
Selamat memasuki bulan Desember, salam hangat saya untuk
semua sahabat!