Pages

Wednesday, June 22, 2011

Persiapan Melahirkan dan Persiapan ASIP

Seperti yang saya ceritakan tempo hari, saya mengalami komplikasi kehamilan, maka hampir dipastikan saya akan mengalami proses kelahiran melalui operasi Caesar. Meski hati saya masih merasa berat, tapi saya mulai pasrah sedikit- sedikit jika harus operasi. Saya sangat menginginkan melahirkan normal, karena selain pemulihannya cepat saya berharap ASI yang keluar pun otomatis dan lancar. Selama ini saya sering dapat keluhan wanita yang melahirkan Caesar kadang mengalami kendala mengeluarkan ASI.

Saya ingin segera menyusui bayi saya nanti, lalu saya sudah mempersiapkan diri untuk memproduksi ASi dan menampung ASIP sebanyak mungkin, jadi jika saya bekerja nanti, produksi ASI tetap banyak dan bayi saya gak kekurangan ASI. Peristiwa Lulla yang berenti ASI di usia 4 bln sungguh memberi saya keinginan kuat untuk menyusui bayi saya nanti minimal 1 tahun, meski saya berfikir jika mungkin saya mau 2 tahun full memberinya ASI.

Dengan semangat itu saya mulai hunting perlengkapan pemerah ASI/ breast pump. Rata- rata teman kantor menggunakan medela, merek BP yang kayaknya cukup nyaman. Ada beberapa jenis yang sudah saya pelajari dan sepertinya saya sreg banget, tentu saya sesuaikan dengan kebutuhan saya dan isi “kantong”.Saat ini saya belom membelinya meski saya sudah punya incaran, insyallah weekend nanti saya beli, nanti review nya saya akan buat kan jika saya sudah memakainya.

Dan untuk proses persalinan, saya saat ini sedang menunggu tanggal yang sudah disepakati yaitu 28 Juni 2011. Bukan karena tanggal special atau apa, tapi ini keputusan murni karena alasan medis, tgl 28 itu adalah tepat pada minggu ke 38 kandungan saya. Dokter menunggu sampai usia yang cukup yaitu di 38 weeks itu. Kalau lebih dikawatirkan ada bahaya pada placenta saya dan mengakibatkan hal fatal pada saya maupun bayi. Untuk itu ketika memasuki 38 weeks, kami segera akan mengeluarkan bayi dari kandungan.

Saat ini ada hal unik, 2 minggu ini, placenta dalam kandungan saya menunjukkan pergerakan menjauhi servics, sehingga terbersit harapan untuk melahirkan normal. Tanggal 27 mendatang, akan diperiksa ulang, jika placenta berada pada titik aman, itu berati merupakan keajaiban dari Allah agar saya bisa melahirkan normal, maka agenda Caesar tgl 28 dibatalkan,namun jika placenta tidak berubah posisi atau hanya bergerak sedikit, saya merasa pasrah saja, bisa hamil lagi saja rasanya sudah spt miracle saja, gak bisa saya gak bersyukur atas ini semua.

Jadi intinya saat ini saya sedang menunggu proses persalinan, dan saya bahagia menantikannya. Soal urusan kantor emang cukup mencemaskan, tapi bismilah saja lah kantor baik-baik saja saya tinggal cuti, toh saya dan team tetep akan menjalin komunikasi yang intens, insyallah semua berjalan lancar

Tuesday, June 7, 2011

7 tahun

Saya menulis ini disaat saya sedang merayakan 7th anniversary pernikahan saya dengan suami saya, Tori. Betul sekali, pernikahan kami masih seumur jagung, gak ada apa-apanya dengan orang-orang yang mungkin sudah puluhan tahun dan sukses pula menjalani biduk rumah tangganya. Tapi di tulisan ini, saya bukan bermaksud menggurui karena saya belum terbukti berhasil,saya pun bukan bermaksud untuk memberi tips- tips karena saya juga bukan seorang counselor pernikahan. Saya hanya sekedar seorang yang sedang mengalami proses panjang dalam rangka mewujudkan mimpi membangun rumah tangga yang sukses.

Rumah tangga sukses gak memiliki panduan baku, semua seolah di customize masing- masing dengan kebutuhan tiap keluarga. Karena tiap keluarga mengalami badainya masing- masing. Dan mustahil ada keluarga yang tidak pernah diterpa badai kehidupan/ badai rumah tangga. Bentuk badai rumah tangga ini tentu berbeda- beda, ada yang berupa kesulitan financial, keharmonisan, krisis kesetiaan, krisis perkembangan anak, kesehatan, dan segala bentuk lainnya yang sungguh unpredictable.

Kita selaku pelaku rumah tangga dituntut untuk tangguh bertahan menghadapi badai- demi badai yang menghampiri. Untuk itu kita dituntut untuk siap, bijaksana dan tangguh. Kesiapan semacam apa yang diperlukan?menurut saya sih mental yang kuat dan tawakal. Yakin Allah akan mengulurkan tangannya bagi kita yang beritikad baik untuk menghadapi badai.
Maka sebelum badai datang, kita harus trust dulu sama Allah, bahwa Ia akan membantu kita. Tentu hanya pasrah pun tidak tepat, kita manusia harus berupaya, disini letak sulitnya. Gak banyak orang kuat dan kekeuh untuk berusaha menyelesaikan masalahnya.


Bahkan kebanyakan orang merasa sudah berserah diri lantas merasa sudah cukup berikhtiar. Saya percaya bahwa harus ada balancing antara berusaha dan berpasrah diri pada Penguasa Semesta. Berusaha adalah bagian dari implementasi dari rasa syukur karena kita adalah mahluk mulia yang berakal yang tentunya ditakdirkan untuk bisa berfikir dan menelurkan ide- ide dan gagasan- gagasan untuk kebaikan, lantas rasa pasrah pada Tuhan adalah sebuah rem pada diri kita,bahwa sehebat apapun strategi yang kita rancang kita tetap manusia, apalah arti kita dibanding Allah.
Dengan bermodalkan keyakinan perlu adanya balancing kedua hal ini, saya belajar banyak hal, terutama dalam menghadapi badai yang menghampiri rumah tangga saya. Dulu saya selalu berfikir untuk memastikan rumah tangga saya tidak terkena badai, saya sibuk mencari strategi ini dan itu, lama- lama hidup tidak relax. Hidup dipenuhi rasa ketakutan. Belakangan saya mencoba untuk mengurai masalah yang ada di rumah tangga, saya menyusun kembali apa- apa yang selama ini jadi masalah, apa-apa yang berpotensi jadi masalah, apa-apa yang menjadi titik lemah saya dan harus saya perbaiki dan segala macam koreksi diri. Intinya saya mencoba mengenali kelemahan dan kelebihan kami (saya dan tori). Lalu lambat laun, seiring berjalannya waktu kami terus memperbaiki diri dan menyusun prioritas hidup, kami berharap kami dapat kuat menghadapi badai, bukan mati- matian menghindari badai. Semua proses ini dilalui selain dengan kesadaran penuh dari kedua belah pihak, tentu harus disertai pola komunikasi yang lancar dan dua arah. Kadang pola komunikasi kami sering terkendala sehingga harus ada adegan bertengkar dan bersilang pendapat dengan cukup sengit, tapi itu semua jangan membuat kita kapok membangun pola komunikasi,karena komunikasi adl jembatan yang mengantarkan kita pada pencapaian misi hidup kita.

Dan alhamdulilah, sampailah kami di titik ini, masih bergenggaman tangan dan meyakinkan diri bahwa kami saling mencintai dan bersyukur pada Allah karena telah menakdirkan kami bersama. Bersamanya saya belajar banyak dan bersama saya dia pun demikian. Gak semua orang tau apa- apa yang telah saya dan Tori hadapi, kami pun kadang surprise dan suka gak habis pikir bagaimana bisa kami melalui masa- masa sulit itu?

Intinya,apa yg dapat saya bagi disini adalah, badai harus dihadapi bukan dihindari,karena yakinlah badai pasti berlalu dng sukses jika kita gak gentar menghadapinya....