Pages

Friday, February 10, 2012

Datang dan pergi

Ini foto diambil beberapa bulan lalu,disaat seorang karyawan yg semangat kerja dan hasil kerjanya bagus harus hengkang dari perusahaan. Saya sedih?yep! Boong kalo enggak.tapi saya gak boleh nahan masa depan orang kan?
Jadi setiap ada karyawan yg resign saya selalu ajak diskusi,supaya saya tau penyebabnya,jika ada ketidakpuasan karena kebijakan perusahaan yg tidak bisa diterima atau jikalau ada masalah pada pimpinan nya maka itu akam menjadi bahan evaluasi saya terhadap management. Jadi resignnya karyawan selalu saya pandang sebagai hal yang membangun.
Kadang ada rasa jengkel ketika nerima surat resign seseorang, brati saya harus kembali mencari pengganti,namun pola itu lambat laun harus dikoreksi, bahwa yg ideal adalah perusahaan wajib senantiasa membuat sistem2 darurat jika ada kasus resign.
Saya lebih menyukai sistem regenerasi yang berkelanjutan untuk mencegah kekosongan yang terjadi.

Karena saya berpendapat bahwa sebuah perusahaan yg besar adalah perusahaan yang tidak bergantung pada beberapa gelintir karyawan karena ia memiliki pasukan karyawan dan sistem kerja yang konsisten disegala kondisi.

Wednesday, February 1, 2012

Ibu rumah tangga adalah profesi tersibuk di dunia

Tulisan ini saya buat sebenarnya berkaitan dengan fenomena baru yang menjamur dewasa ini, fenomena Ibu Gaul, ehehehe...wajar sebenarnya kalo ibu2 bergaul, lha wong manusia kan?tapi wajar atau tidaknya pola gaul yang dimaksud itu menarik untuk ditelaah. Awalnya saya prihatin karena membaca email balasan dari seorang teman suami saya yang baru saya tegur karena prilakunya yang pernah (secara intens)merayu suami saya (saya pernah bercerita di postingan bertema reuni sebelumnya). Si teman ini kebetulan ibu rumah tangga, di permintaan maafnya ia beralasan ia sedang merasa jenuh dan reuni via bbm adalah hiburan satu2nya buatnya dalam menghadapi kejenuhannya, dan disitulah ia jadi bertindak salah dengan menaruh hati pada suami orang.

Disini saya sebagai sesama kaum ibu merasa prihatin, yang saya tau profesi sebagai ibu rumah tangga adalah profesi tersibuk yang ada di bumi ini. Dimana sejak bangun pagi hingga tidur, mata dan pikirannya terus berputar. Dari mulai anak, rumah tangga hingga suami. Sehingga seharusnya keinginan untuk berprilaku negatif tidak sempat terfikir, karena padatnya kesibukan seorang ibu rumah tangga.

Coba ayo kita runut circle kerja ibu rumah tangga, bangun pagi harus ibadah, lalu menyiapkan sarapan bergizi sambil mempersiapkan keperluan anak2 untuk sekolah, belom lagi harus nyiapin baju suami bekerja. lalu sebelum suami bangun harus mandi mempercantik diri, biar suami pergi dilepas dng istri yg enak dipandang. Lalu antar anak2 sekolah, tak lama kepasar untuk menyediakan stok makanan di rumah, sampai rumah harus nyiapin makanan untuk makan siang dan malam, sesiangan harus berkutat dengan urusan rumah tangga lainnya, sampai waktunya jemput anak sekolah harus berangkat lagi, lalu antar anak les. Tibalah sore hari, mengurus anak2 lagi, mengajari anak pr sekolah dan mengajari anak pelajaran sekolah untuk esoknya, waktunya makan malam harus disiapkan dulu, minimal dihangatkan, lalu makan malam dengan anak2, tak lama anak2 disiapkan untuk pergi tidur, mulai dari sikat gigi dan ganti piyama, lalu membacakan dongeng.kemudian retouch wajah dan rambut supaya suami pulang kita kece dilihat. Tak lama suami datang, harus disiapkan makan, disiapkan pakaian tidur dll, lalu diajak ngobrol dan mungkin harus ditutup dengan melayani suami di tempat tidur.

Nah panjang bukan aktifitas harian seorang ibu rumah tangga?kalo dibilang kurang kerjaan sehingga akhirnya membuang waktu aktif di group chat sampe harus terbawa perasaan disana saya melihat itu hal yang kontra produktif sementara urusan rumah tangga sebenernya seabreg.

Namun yang saya cermati belakangan ini, ibu rumah tangga jaman sekarang cenderung menyerahkan tanggungjawabnya kepada pembantu rumah tangga.
Saya sering melihat ibu2 disekitar rumah saya, sampai punya pembantu lebih dari satu padahal kegiatannya di rumah saja, karena terlalu banyak orang yang dipekerjakan,sehingga diri sendiri jadi kurang produktif.
Seperti begini, suatu pagi saya sudah rapih mau ke kantor, sambil gendong si bayi yang mau dititipkan ke daycare, tau- tau saya bertemu para ibu rumah tangga disekitar rumah yang juga sudah rapi jali, saya pikir mau antar anak2 ke sekolah bareng2, ternyata rombongan ibu2 tersebut mau 'menabung' ke Tanah Abang.
Fine kelihatannya, mungkin sekali- sekali boleh lah, tapi ternyata para pembantu mengeluhkan hal itu, si-nyonya terbilang hampir tiap pagi punya agenda yang padat pasca melepas si tuan pergi ngantor, mulai dari ke tanah abang, ngopi ke PIM, reuni sama teman SMA, SMP, gosip berjamaah berkedok pengajian, belom lagi urusan salon dan hang out dengan alasan lainnya, kalo pun dirumah tangan kayak nempel sama blackberry, lalu gak lama senyum2 sendiri ke layar blackberry yang mungkin meyuguhkan sesuatu yg manis. Kalo udah di rumah dengan sindrom ‘ketempelan’ blackberry begini ,maka semua urusan anak pun dikit2 neriakin si pembantu. Keluhan semacam ini saya dapat dari curhat para pembantu ke si Eneng pembantu saya dan curhat pembantu2 lain yang pernah kerja sambilan di rumah saya.

Jadi bisa disimpulkan pendelegasian tugas ke pembantu itu jadi berlebihan. Padahal ada hal2 yang harusnya tetap dipegang peranananya oleh si ibu, seperti:

1. Fungsi pengelolaan buget rumah tangga, saya melihat itu tugas ibu, karena agama yang saya anut menyatakan bahwa tugas perempuan adalah menjaga harta suami. Semakin ia cermat menghabiskannya meski untuk urusan rumah tangga, semakin terjaga harta suaminya. Namun yang terjadi umumnya, para ibu menyerahkan semua urusan ke pembantu, pembantu yg atur menu masakan, pembantu yang berwenang nentuin mau belanja apa aja, si nyonya pun membuang uang untuk urusan hang out dan shopping yang keliwat sering, bahkan ada yang menggunakan fasilitas suaminya berikan untuk flirting/ goda menggoda lawan jenis yang gak halal untuknya hanya dengan alasan kesepian. Ini cara salah menafkahkan harta suami saya menurut saya, jauh dari anjuran agama untuk menjaga harta suami.

2. Lalu fungsi mendidik dan mendampingi anak, banyak yang menyepelekan quality time. Padahal quality time itu bisa diperoleh dari hal-hal kecil, misalnya mengantar anak ke sekolah, di perjalanan sekolah, kita bisa menggali anak-anak tentang apa yang mereka rasakan, sayangnya para ibu yang gak bekerja lebih suka menyuruh pembantu untuk mengantar jempt anak sekolah atau bahkan menaikkan anak ke antar jemput sekolah meski memiliki kendaraan ekstra di rumah. Pada waktu menjemput anak2 itulah waktunya kita mendampingi anak2, ada kalanya anak sedang berkonflik dengan temannya,ada kalanya anak sedang drop mentalnya karena pelajaran yang mungkin sulit baginya dan bagi yang sudah besaran mungkin akan merasakan gejolak jatuh cinta. Intinya hal2 kecil yang dapat digali untuk perbaikan ke depannya. Dan nilai2 baik dapat ditanamkan dari waktu ngobrol yang ada.

3. Mengajari anak pelajaran sekolah, ini hal kecil yang sering didelegasikan para ibu ke guru les, padahal seorang ibu juga harus menakar kemampuan anak2nya terhadap suatu pelajaran, sehingga jika dilihat ada masalah, para ibu dapat men drive dan menjadi teman diskusi si guru les untuk mencari solusi atas masalah itu.Yang ada dewasa ini, para ibu, menyerahkan semua ke guru les, padahal itu kan anak2 sendiri, kenapa prestasinya digantungkan pada si guru les?jadi terbalik bukan?Padahal saat ini banyak lembaga kursus bagi para ibu untuk mengajari anak2nya, bahkan ada kursus matematikan for mom, sehingga para ibu dapat merefresh kembali ingatannya tentang pelajaran sekolah yang anak2nya akan hadapi, sehingga ia bisa menjadi mitra anak dalam mempelajari pelajaran di sekolah.

4. Melayani suami, suami sibuk bekerja seharian di rumah, sibuk mencari solusi keuangan agar seluruh biaya2 di rumah tangga bisa tertutupi, fasilitas dan masa depan ntuk anak2 bisa dipenuhi, begitu juga memberikan nafkah bagi kita. Sepulang ke rumah, ia layak untuk dibahagiakan, mungkin mencicipi masakan enak bikinan istrinya, merasakan suasana kamar yang selalu segar dilihat, berkomunikasi dengan istrinya dengan lancar dan hangat, dan segala hal lain yang membuat dia merasa hanya istrinya yang dapat memenuhi itu semua.Namun bagaimana itu mau dicapai jika si istri tak kalah sibuk agendanya dengan pergaulannya, namun sayangnya genda sibuknya sama sekali tidak membantu, baik diri sisi financial maupun dari sisi psikologis. Ini yang sangat berbahaya menurut saya.

5. Menjadi role model keluarga, ibu adalah role model keluarga, disadari atau tidak prilaku kita adalah contoh bagi anak2 kita, bahkan kadang mempengaruhi prilaku suami. Lihat saja, seorang ibu adalah orang yang paling dekat dengan anak, gerak gerik kita dilihat oleh anak, gak jarang anak selalu ingin meniru ibunya. Kadang dalam hal mengerjakan sesuatu si anak selalu menggunakan cara ibunya melakukan pekerjaan itu. Sebagai role model tentu kita harus semangat untuk selalu tampail baik, menjadi orang yang menginspirasikan prilaku baik pada anak2 kita dan keluarga di rumah. Bagaimana caranya?selalu upgrade diri. Banyak membaca, banyak2 membuka wawasan, jangan letih dan bosan untuk belajar hal-hal baru yang bermanfaat, banyak2 menggali informasi yang menunjang sekolah anak2 kita kedepan, banyak2 menggali informasi tentang apa2 yg menjadi hobby suami,agar bisa menjadi mitra sejajar dan teman diskusi bagi suaminya. Jadi menjadi ibu harus pandai menyisipkan waktu untuk kegiatan up grade diri, karena ini mutlak diperlukan untuk menunjang perannya sebagai role model.


Ibu Rumah Tangga Juga Harus Terus Belajar

Jika anak-anak senantiasa belajar di sekolah, para suami mengupgrade diri agar lebih berkualitas dan lebih menghasilkan,maka ibu rumah tangga juga demikian. Jangan merasa menjadi ibu rumah tangga lalu selesai sudah urusan belajar ini. Ibu rumah tangga juga waktu untuk mengupgrade diri, memberikan kesempatan bagi dirinya untuk menambah ilmu dan pengetahuan.

Untuk apa?
pertama, anak-anak terus berkembang, untuk dapat menjadi orang yang mampu memahami dan mendidik anak2 dengan baik, kita harus dapat mengikuti perkembangannya, supaya dapat memberikan advice dan arahan terbaik bagi mereka.Bagaimana caranya? ya banyak membaca, banyak diskusi dengan orang yang eksperts disitu, perluas jaringan yang memiliki semangat sama yaitu pendidikan anak, dan terus menimba ilmu agar mampu menjadi contoh bagi anak-anak kita bahwa hidup memang harus disi dengan sesuatu yg produktif.

Kedua, suami dengan kariernya diluar rumah itu setiap hari mengalami proses pembelajaran yang tujuannya untuk meningkatkan mutu diri agar penghasilan yang didapat mengikuti kebutuhan yang terus meningkat. Mau tidak mau mereka berkembang, entah sengaja maupun tidak suami mengupgrade dirinya terus, nah kita yang di rumah apakah hanya mau begitu saja?tentu tidak, suami pulang ingin diajak ngobrol, ingin mendapat advice dan ingin punya mitra dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Namun apa yang terjadi jika kita tidak mengembangkan diri?suami hanya pulang secara fisik, ia akan tetap sendiri menyelesaikan urusannya sendiri, lama- kelamaan mungkin kita hanya pihak yang tidak berarti yang senantiasa hanya menggantungkan hidup pada mereka, gak bermakna lebih dari itu semua.

Dan terakhir, kita harus mengupgrade diri adalah untuk diri kita sendiri, hidup harus dimanfaatkan sebaik mungkin, makin berisi 'kepala' seseorang, gak bisa dipungkiri makin wise dirinya menyikapi sesuatu dan akan jauh bermanfaat bagi orang banyak. Jadi karena hidup hanya sekali, kenapa kita hanya berpangku tangan tidak memperbaiki diri sendiri, toh semua kebaikan ganjarannya surga? Jika para ibu merasa kurang ruang gerak sementara energi dan fasilitas di rumah tangganya berlebih, kenapa tidak kembali bekerja, kembali menimba ilmu ataupun aktif di kegiatan sosial dengan hasil kerja yang kongkrit untuk masyarakat?daripada membuang waktu, energi dan fikiran hanya untuk pergaulan apalagi pergaulannya menjurus ke sesuatu yang negatif? Bukankah hidup harus dimanfaatkan sebaik mungkin sebagai ungkapan syukur kepada Allah?

Mengutip dari statement Nurcholis Majid,”bahwa bekerja adalah tingkatan syukur yang tertinggi setelah mengucapkan alhamdulilah dan istigfar”, ini berlaku BUKAN hanya untuk orang2 yang memiliki karier, tapi juga para Ibu rumah tangga yang memiliki profesi paling sibuk di dunia ini, yaitu: Ibu Rumah Tangga, dengan komitment seumur hidup, bahkan ini adalah profesi yang tidak mengenal istilah cuti.