Pages

Wednesday, January 26, 2011

Setahun bergulir...

Hari ini 26 Januari 2011, gak kerasa sudah 1 tahun berlalu mama mertua meninggalkan kami. Sungguh waktu berjalan begitu cepat tak terasa, dalam kurun waktu setahun itu mama alm sudah memiliki cucu baru, yaitu anak dari kakak ipar saya, dan kemudian menyusul saya pun hamil. Sedih memang kalo ingat mama, ia begitu berharap saya bisa hamil lagi, memberinya cucu lagi, ia mungkin ingin melihat Tori memiliki momongan lagi. Saya tau ia mengharapkan itu, karena ia begitu interest jika saya bercerita ttg kondisi saya, namun semasa ia hidup Allah belum mengizinkan saya menambah momongan, setelah ia meninggal Allah baru member kami amanah ini.Namun saya yakin ia bahagia disana, melihat saya hamil lagi dan melihat Tori akan memiliki anak lagi.

Berlibur adl bagian dr menghibur papa

Buat saya kehidupan dan kematian adalah jalan hidup tiap manusia, tiap manusia akan merasakan yang namanya kehilangan begitu juga akan merasakan indahnya menyambut manusia baru didunia. Kejadian yang sangat human bagi kita, namun ada orang yang dapat menerima dengan mudah ada juga yang tidak. Tapi siapa juga sih yang kehilangan orang yang paling disayangi dapat dengan mudahnya menerima, pasti ada fase pembelajaran dan pembiasaan. Agak lain ceritanya dengan penerimaan kehadiran manusia baru dalam hidup yang biasa disambut dengan suka cita.

Ada kehendak Allah yang menentukan itu semua. Maka hidup harus terus berlanjut, seberat apapun itu akhirnya. Demikian juga dengan kepergian mama, mungkin ini cukup berat bagi papa dan anak-anaknya. Tapi mengingat semua anak-anak mama telah berkeluarga, tentu yang paling merasa kehilangan adalah papa, karena puluhan tahun mama dan papa adalah pasangan yang saling setia, sampai ketika anak-anak sibuk dengan keluarga sendiri mereka akhirnya saling melekat satu sama lain.
Anak-anak harus memahami kehilangan besar ini, terlebih papa type lelaki yang mutlak bergantung dilayani oleh istri. Kehilangan istri tentu akan sangat berasa, krn kehilangan seseorang yang biasa menjadi teman bicara dan setia melayaninya dengan segenap hati, rasa kesepian yang dirasakan pun tentu bukan kepalang beratnya. Jadi sejak mama pergi, yang harus difikirkan oleh anak-anak adalah papa, bagaimana papa dapat beradaptasi setelah ia kehilangan mama dan bagaimana papa dapat kembali menjalani hidup dengan normal dan penuh semangat. Anak-anak dan menantu bertugas bahu membahu disini, memberikan kenyaman dan rasa kasih sayang padanya. Kita harus kuat dan tegar melanjutkan kehidupan, karena mama menitipkan papa pada kita, begitu pesan saya pada Tori. Saya tidak mau ia sibuk dengan kesedihannya sehingga melupakan sesuatu yang sangat penting yaitu papa dan keberlangsungan hidupnya kedepan.
Alhamdulilah, setahun bergulir, papa memilih hidup nomaden dari rumah anak yang satu ke rumah anak yang lain. Memang sementara ini papa lebih banyak di rumah kami di Depok atau di rumah anak perempuannya, karena anaknya yang satu lagi memiliki 3 anak dan tak memiliki pembantu, tentu sang mantu agak kerepotan jika harus mengurus papa juga. Tapi papa terlihat enjoy dengan pola kehidupan demikian, papa dapat dengan bebas minta dijemput ke rumah anak-anaknya yang manapun sedang ia ingini. Kami memang menyediakan 1 kamar khusus untuk papa di rumah, mengingat kependudukan papa saat ini tercatat di keluarga kami maka ia kami sediakan kamar permanen miliknya sendiri.

Day by day saya coba meluangkanbanyak waktu untuk bersama papa jika papa sedang ada di Depok, pulang cepat, meniadakan agenda hang out dengan teman2 dan menghindari kerja lembur adalah bagian dari usaha saya menyisihkan waktu. Saya juga berupaya memperhatikan asupan makanan papa, walau saya tidak punya waktu memasak setiap hari kerja, tapi saya memperhatikan betul menu makanan yang pengurus rumah saya sediakan untuk papa, dari mulai sarapan,makan siang makan malam, buah dan camilan sore. Saya sebagai menantu tentu tidak akan mampu sempurna mengurusnya, sungguh tidak akan sebanding apabila dilihat dari cara mama mengurus papa. Tapi buat saya ini adalah proses belajar,kami saling menyesuaikan diri, yang terpenting saya mendasari ini semua dengan semangat ingin membahagiakan papa dan juga mama alm.
Dan setahun pun bergulir, saya ingin terus mempunyai kesempatan mengabdi kepada orang tua, mertua dan suami saya, buat saya inilah bentuk kasih sayang saya pada keluarga, maafkan jika memang belum sempurna…

Monday, January 17, 2011

Menjadi Kaya

Apa arti menjadi kaya?memiliki banyak uang?

Pasti itu yang menjadi pikiran orang tentang apa itu konsep kaya, tapi buat saya enggak. Kenapa?

Coba perhatikan deh disekeliling kita, ada orang yang menurut kita berkecukupan dan memiliki uang banyak, tapi tampak selalu ‘ganas’ kalo melihat uang, gak peduli itu hak nya atau bukan. Bahkan gak segan- segan untuk meminta- minta sesuatu yang bukan hak nya.

Di lingkungan saya sehari-hari saya sering menemui sikap- sikap orang yang hampir pas jika disebut rakus dan tidak pernah cukup. Sikap yang paling sering mengganggu saya adalah sikap orang- orang yang tidak pernah puas atas apa yang mereka terima, dan selalu tanpa segan meminta lebih tanpa berfikir apakah ia telah meminta sesuatu yang emang berhak ia minta?

Saya kadang geleng- geleng, kenapa enteng banget seseorang meminta sesuatu yang bukan hak nya, bahkan maksa dan pake ancaman. Misalnya : “saya mau ditugaskan kesana untuk 2 hari, tapi catatannya saya dibolehkan membawa keluarga saya dengan biaya kantor.”padahal orang ini dapat uang saku untuk kepentingan perjalanan ini, tapi ia tak puas dengan itu, ia menodong lebih untuk membawa serta keluarga, emangnya jalan-jalan?lha wong urusan kerja kok ya?

Meminta sesuatu itu buat saya bukan hal yang salah, tapi jika apa yang kita minta itu bukan hak kita, apakah itu nyaman dilakukan? Etikanya seperti apa sih?

Secara etika professional sikap orang yang saya contoh kan tadi sudah jelas jauh dari professional. Tujuan kerja jadi seperti plesiran, pernah liat kan kasus anggota DPR yang kunjungan ke daerah turut serta membawa keluarga?yang lebih parahnya gak mau mengeluarkan uang sendiri, ini kan namanya nodong orang. Padahal tiap institusi pasti punya perencanaan keuangan, gak bisa dounk kita sebagai pejabat maupun konsultan yang ditunjuk institusi tersebut dapat seenaknya minta fasilitas ini dan itu selama menjalankan tugas, jikalau dipenuhi, please lah koreksi diri kita, kita sudah jadi orang yang membebani orang lain padahal kita diundang secara professional untuk menangani suatu masalah bukan plesiran apalagi jalan-jalan bawa keluarga.

Kenapa sih orang bisa ‘enak’ bersikap seperti itu, apa yang mendorong orang jadi gak punya malu?

Menurut saya ini masalah mental, orang yang meng-etiskan hal yang gak etis seperti contoh diatas itu adalah orang yang tidak memiliki mental kaya. Bukan masalah uang yang dimilikinya banyak atau sedikit, tapi masalah mental yang dimilikinya itu jelas jauh dari mental orang kaya.

Apa itu mental orang kaya?

Menurut saya menjadi seorang yang kaya bukan terletak pada jumlah harta yang dimilikinya, mau banyak atau sedikit kalo orang itu dapat merasa cukup dan tidak perlu menjadi rakus tentulah orang itu sudah merasa apa yang dimilikinya telah membuatnya tenang.Apalagi dengan harta yang dimilikinya ia tetap mau berbagi pada orang lain.

Lain halnya apabila ada orang yang diketahui secara luas memiliki harta melimpah, tapi gak pernah puas, ia bahkan gak malu untuk meminta-minta sesuatu yang bukan haknya gak ubahnya pengemis , mencuri sesuatu yang bukan hak nya apalagi menipu orang. Artinya orang ini masih merasa gak cukup atas apa yang dimilikinya sampai mau bertingkah seperti itu, ia rela mengesampingkan rasa malu dan moralitasnya sendiri.

Tapi ada juga seorang tukang sayur yang merasa bahagia atas apa yang ia peroleh setiap harinya, ia tidak mengeluh, tidak menipu dan tidak meminta- minta, ia merasa cukup,bahkan masih menyempatkan diri berbagi dengan orang lain dan inilah orang kaya yang sebenarnya, ia seolah telah memiliki segalanya, seakan uang bukanlah masalah.

Memang kita boleh berusaha untuk mencapai kemapanan finasial, lakukan lah dengan cara- cara yang etis, perhatikan etika profesionalitas kerja. Ambil sesuatu yang emang hak kita, dan jauhkan menuntut sesuatu yang bukan hak kita apalagi berpotensi membebani orang lain, jangan biarkan diri kita menjadi ‘penodong’ yang meminta sesuatu dari orang lain yang orang lain gak bisa menolaknya meski itu berat buatnya.

Hidup akan terasa lebih indah jika kita merasa cukup, memintalah pada Allah semata, Tuhan yang kita sembah, jangan pada manusia lain, karena rejeki datangnya dari Tuhan.

Saya percaya Allah akan membuka jalan pada orang –orang yang terus berusaha dan bersyukur, bahkan mungkin jalan dan rejeki yang diberikan jauh lebih besar daripada yang dapat manusia lain berikan pada kita.

Mungkin pada kenyataannya harta yang kita miliki tidak seberapa, tapi kita akan lebih terhormat dengan berprilaku yang etis dan jujur. Tak ada seorang pun yang akan menganggap kita miskin apabila kita tidak meminta-minta pada orang lain, tak ada satupun yang mengatakan kita rakus apabila kita senantiasa jujur dan tidak melakukan korupsi, gak ada pula yang mengatakan kita manusia tercela jika kita tidak pernah menipu orang.

Mulai sekarang teman- teman, jadilah orang yang kaya yang sebenarnya dengan cara bersyukur, merasa cukup dan merasa terhormat dengan hidup menjadi diri sendiri tanpa harus meminta minta, korupsi maupun menipu.

Wednesday, January 12, 2011

Poligami, surga atau neraka?

Banyak orang mengatakan poligami adalah jalan untuk mengikuti jejak Rasul,mengingat Rasul adalah contoh sukses pelaku poligami. Bahkan beberapa pria yang saya pernah temui menyatakan poligami adalah cita-citanya, entah apa perasaan istrinya jika punya suami yang berkelakar / bercita-cita untuk berpoligami.

Saya bukan ahli agama, saya perempuan biasa , seorang istri dan seorang ibu yang merasakan betul bahwa berumah tangga dan memiliki anak itu tidak mudah, saya juga melihat suami saya pun berfikir demikian. Membangun rumah tangga yang ‘sehat’ itu gak semudah membalikkan telapak tangan,apalagi mendidik anak, menciptakan anak-anak yang sukses nantinya. Wacana itu sudah kami sama-sama bahas, dan butuh kerja keras luar biasa untuk mewujudkan itu semua.itu baru membangun satu keluarga ya, gmn kalo beberapa keluarga atau kalo istilah teman saya adalah gimana kalo 'rumah tangganya buka cabang'?

Banyak contoh di sekitar saya yang ‘gagal’ dalam menerapkan poligami seperti yang Rasul contohkan. Banyak yang cenderung malah mengantarkan keluarga mereka yang tadinya baik-baik saja menjadi keluarga yang kualits hidupnya menurun, bahkan malah hancur berkeping-keping.

Seorang yang saya kenal melakukan poligami, awalnya saya dengar istri pertama setuju,lalu tak lama kemudian terlihat sekali gejala ketidakrukunan antara istri pertama dan kedua,bahkan dua perempuan ini berlomba-lomba melahirkan anak, bahkan gak tanggung-tanggung dalam waktu yang berdekatan. Akhirnya si suami morat-marit menghidupi keluarganya yang makin hari anggotanya makin membengkak jumlahnya. Kualitas hidup yang tadinya dimilikinya saat beristri satu beranak 4 bisa dilbilang cukup menjadi kekurangan, karena dari penghasilan suami yang gak juga meningkat pesat si suami sekarang harus menghidupi 2 istri dan 11 anak, dalam kurun waktu 5 tahun lelaki itu sudah memporakporandakan kualitas hidup yang tadinya ia, istrinya dan anak-anaknya miliki. Si suami saat ini sudah tidak konsentrasi bekerja, setiap hari kerjaanya hanya mencari uang untuk menutupi kebutuhan ini dan itu buat keluarganya. Yang paling parah adalah pinjam sana pinjam sini, menumpuk hutang disana- sini hanya untuk menutupi kebutuhan hari-hari. Kualitas hidup apa yang didapat dari kehidupan yang bergantung dari satu utang ke utang lainnya?
Ada juga kasus menarik di masyarakat,yaitu kasus perceraian dai kondang AA Gym yang diduga dipicu dari poligami, nah lu..kalo dai kondang aja bisa gagal apalagi masyarakat biasa yang pemahaman agamanya pas pas an?



Poligami ini gak mudah, selain soal materi yang harus benar-benar mampu, soal pemenuhan rasa keadilan bagi tiap pihak itu perlu sekali. Karena wanita berfikir selalu dengan perasaannya, tentu perempuan mudah merasa cemburu dan tersaingi. Istri Rasul saja bisa cemburu apalagi perempuan biasa?

Selain itu, poligami jika tidak berhasil,maka akan mempertaruhkan masa depan anak-anak yang ada di keluarga itu. Betapa menyakitkan bagi anak-anak yang awalnya hidup tenang lalu tiba2 harus ikut terguncang karena keputusan nekat ayahnya untuk menambah istri. Semua anak tentu ingin hanya ada ayah dan ibunya dalam keluarganya,anak-anak jauh lebih posesif untuk tidak membagi keutuhan itu, jadi sedikit saja ada yang berani menyandingkan ibunya dengan wanita lain, tentu menjadi hal yang gak mudah diterima oleh anak-anak.

Bayangkan, apabila tadinya keluarga itu bahagia dan sejahtera, dan setelah ada perempuan lain itu keadaan berubah sehingga mereka merasa kurang bahagia dan jauh dari sejahtera, tentu anak-anak lah yang terpengaruh dampak ini. Mungkin yang dulunya setiap malam anak-anak dapat berbagi kemanjaan dengan sang ayah, maka setelah poligami, anak-anak harus gigit jari apabila giliran ayahnya sedang tidak pulang karena harus ‘menggilir’ ibu lain mereka. Tentu anak-anak harus mengorbankan quality time mereka dengan sang ayah.

Ada pula yang merasakan keputusan poligami sampai mengganggu kesejahteraan financial anak-anak ini, mungkin yang dulunya mereka bisa berekreasi bersama,sekarang tidak lagi, mungkin yang dulunya mereka bisa memilih sekolah terbaik manapun karena punya biaya sekarang jadi gak bisa karena sang ayah harus membagi penghasilan untuk keluarga lainnya.Sekali lagi anak yang menjadi korban.

Apalagi jika poligami yang dilakukan sang ayah sampai menimbulkan pertengkaran demi pertengkaran dengan ibu mereka, selain emosional anak akan terganggu karena melihat orang tua mereka tidak akur, seorang ibu yang hatinya hancur pun pasti tidak maksimal mendampingi anak-anaknya, disinilah anak-anak kembali di rugikan, keutuhan keluarga yang mereka miliki sebelummnya sekan terenggut dari mereka, kebahagiaan yang dulu mereka raih dengan melihat kerukunan kedua orang tuanya sudah tak mereka dapatkan. Padahal keluarga yang rukun tentu akan membawa dampak positif bagi seorang anak.

Dan bagaimana jadinya jika poligami berujung pada perceraian?siapa yang paling dirugikan?tentu anak-anak?saya gak perlu jelaskan seberapa hancurnya perasaan anak2 yang harus melihat ayah dan ibu nya ‘bubar jalan’ meninggalkan komitmen mereka.
Menurut saya, poligami itu bukan sekedar pemenuhan hasrat, ada banyak hal yang harus dipikirkan lebih lanjut. Alasan poligami pun harus benar-benar tepat,apabila hanya karena sebuah hasrat semata seseorang berani mengambil langkah poligami tanpa mempertimbangkan masak-masak, ini akan terlalu besar resikonya. Nasib masa depan anak-anak dipertaruhkan disini, padahal kita hidup lalu diberikan amanah anak itu untuk apa sih? Apalagi kalo bukan untuk menjadikan mereka anak-anak yang sukses dunia dan akhirat kan? Bagaiamana kit amau meraih itu jika kita tidak mampu memberikan kualitas hidup dan kualitas kasih sayang yang memadai,apalagi sampai menghancurkan mental mereka?Apa jadinya jika karena hasrat kita hancurkan amanah ini?Jangan-jangan poligami yang dilakoni malah bukan mengantarkan seseorang ke surga melainkan neraka.