Pages

Tuesday, February 23, 2010

Selamat jalan mama...

Hampir empat puluh hari lalu kami kehilangan mama,mama yang merupakan mertua saya, ibunda tecintanya suami saya. Duka terdalam kami atas kejadian itu, meski mama sudah sakit cukup lama tapi kepergian mama tetap mengukir duka mendalam. Maka selama itu saya gak kuasa untuk menulis tentang hal ini,tentang rasa kehilangan saya.

Mama memang mertua bagi saya,bukan ibu kandung saya,namun sejak saya menikah dengan putra bungsunya, which is my husband,bagi saya mencoba untuk terus mencintai papa dan mama mertua adalah hal yang menjadi keharusan bagi saya. Kenapa saya menyebutnya dengan istilah terus mencoba untuk mencintai?karena saya harus jujur mencintai mertua butuh proses dan latihan agar hati kita mampu menumbuhkan rasa cinta itu. Mertua tetep lah mertua kita, untuk mencintai mereka tentunya bukan hal yang otomatis terbentuk sejak kita menikah dengan anaknya,ini manusiawi..tentu mencintai mertua tidak akan sama besarnya dengan mencintai orang tua sendiri. Tapi apakah kita harus terus mentok disitu?kan enggak..berupaya menumbuhkan benih benih kasih sayang itu perlu, guna menyetarakan kasih sayang yang kita berikan ke orang tua kita. Jangan sampai jomplang atau gak adil,jangan sampai kita jauh lebih sayang orang tua kita sendiri dan tidak memperdulikan mertua, itu salah buat saya….Sejak akad nikah saya dan suami saya,bagi saya mertua adalah orang tua saya, tanggungjawab saya dan ladang amal saya untuk berbakti. Maka saya berupaya semaksimal mungkin menyemai rasa cinta kepada mereka agar bakti saya pada mereka menjadi tulus adanya setulus rasa cinta dan sayang kepada orang tua saya sendiri.

Mudahkan itu semua?apakah itu semua hanya wacana?

Jawabnya memang harus saya akui, sulit…butuh keiklasan dan posistif thingking. Pada hakekatnya manusia kan gak ada yang sama,begitu juga antara saya dan mertua,saya jelas dibesarkan dengan cara yang berbeda dengan cara mertua saya membesarkan anak-anaknya,pola pikir kami gak bisa disamakan. Disinilah letak menghargai perbedaan. Emang gak mudah…kadang kita merasa pilihan hidup kita adalah yang paling benar,begitu juga mertua kita..sebagai orang tua mereka tentu merasa way of life mereka yang paling bener untuk dicontoh…but…haruskah kita bersiteru hanya karena perbedaan pandangan hidup?

Menghadapi hal kayak gitu hanya dengan satu cara, lempeng plus positif thingking. Buat saya tujuan saya satu, saya mau bahagiakan mertua saya seperti saya membahagiankan orang tua saya, saya ingin menyayangi mereka dengan tulus,sehingga apapun yang saya berikan tidak diakhiri dengan dumelan atau itung itungan…Saya ingin surga Allah dan saya ingin memberi pelajaran dan contoh baik bagi putri saya…
Begitu banyak aral melintang mewujudkan itu semua, tentunya banyak kerikil kerikil kecil yang mempertajam perbedaan, dan bahkan karena perbedaan perbedaan itu banyak pihak luar yang berupaya memecah belah hubungan saya dan mertua saya. Tapi Allah maha adil, Allah tau saya dan mertua saya memiliki tujuan yang sama,kami ingin mencoba saling menyayangi,kami ingin langgeng, ingin hidup saling rukun dan mensyukuri ikatan pernikahan yang menakdirkan kami bertemu dalam ikatan mantu dan mertua…dan akhirnya secara alamiah,kami seperti saling mampu menerima kekurangan demi kekurangan yang ada.
Mertua saya pada akhirnya menerima saya si menantu yang super sibuk,yang independence gak bisa dicampuri urusannya,yang kalo bersikap sangat saklek, yang gak suka banyak basa basi,yang kelewat efisien sama waktu dan segala rupa kekurangan saya lainnya. Papa dan mama mertua saya menyayangi saya lengkap dengan segala kekurangan saya. Begitu pula saya dengan mereka,dengan segala perbedaan gaya hidup saya, saya pada akhirnya begitu posesif terhadap mereka,saya terobsesi memanjakan mereka, dan saya harus jujur secara alami memasukkan mereka sebagai unsur penting dalam hidup saya sejajar dengan orang tua saya.

Buat saya melihat mereka bahagia adalah tujuan hidup saya,kerja keras yang saya dan suami lakukan tidak terlepas untuk menjamin kesejahteraan hidup mereka,buat saya keberadaan mereka adalah sebuah motor bagi saya untuk berhasil di karier. Dengan kondisi dimana suami saya adalah tulang punggung bagi keluarganya,saya justru mensyukuri hal itu,buat saya hal itu memberikan saya ‘pintu’ untuk surga Allah, sebuah jalan bagi kami untuk berbagi kasih dan berbagi rezeki. Dan sungguh kalo boleh saya share, betapa Allah tidak tanggung tanggung memberikan kita berkah ketika kita sebagai anak memiliki niat tulus untuk membahagiakan orang tua. Ini kejadian riil yang saya alami,semakin kami memberi yang terbaik bagi orang tua maupun mertua, Allah semakin memberikan berkahnya dengan membalas apa yang kita telah berikan dengan berlipat ganda.

Sejak mama mertua saya sakit keras dan harus dirawat di RS (Saint Carolus Jakarta Pusat),saya dan suami selalu optimis pasti kami mampu membayar berapapun biaya yang akan keluar meskipun pada kenyataanyanya tabungan liquid kami terbatas,saat itu saya tidak peduli jika biaya itu selangit dan harus mengorbankan harta pribadi milik saya yang saya cari dengan keringat sendiri semenjak saya masih gadis,karena saat itu bagi saya yang paling penting adalah kesembuhan mama mertua saya.Ibaratnya berapapun biayanya saya akan kejar,mo ngutang mo gadai barang juga saya gak mikir panjang. Tapi entah gimana, Allah senantiasa memberikan rezeki yang gak disangka-sangka saat itu. Dan bagi saya mungkin itulah jawaban atas doa-doa anak yang dengan tulus mencintai orang tuanya. Begitupula saat mama terakhir kali dirawat di RS dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir, saya dan suami seperti dimudahkan oleh Allah untuk memperoleh rezeki guna memperlancar semua urusan dari mulai biaya RS sampai penguburan.

Kalo ingat ini saya suka merinding sendiri,kadang gak habis pikir bagaimana mungkin kami mampu menanggung biaya pengobatan itu sejak awal mama mertua saya sakit sampai dengan prosesi penguburan yang jika ditotal total sungguh memakan biaya gak sedikit. Disitulah saya percaya kuasa Allah. Allah gak akan pernah menutup pintu rezekinya bagi kita yang niat tulus berbakti pada orang tua. Jadi ini adalah pelajaran bagi anda semua yang kebetulan baca blog saya,jika anda memiliki kemampuan dana maupun kemampuan berupaya,jangan pernah anda itung-itungan atau kikir untuk kepentingan orang lain terutama untuk orang tua/ mertua,karena anda tidak akan pernah kekurangan karenanya.Justru Allah akan melipatgandakan rezeki anda.

Dan jika saya ingat bahwa saat mama sakit saya gak punya pembantu,namun saya tetap konsisten berbagi tugas untuk tetap mengurus mama di RS sampai anak saya Lulla pernah ikut nginap di RS untuk nungguin eyangnya,sementara saya pun harus tetap sibuk dengan pekerjaan saya di kantor. Namun aneh sekali,saya dan keluarga kecil saya ini tetap diberi kesehatan oleh Allah sehingga kami mampu secara maksimal berbagi tugas untuk mengurus mama disaat-saat terakhirnya.Kembali lagi saya katakan,inilah rejeki dari Allah,sepanjang kita iklas dan tulus,Allah akan beri kita kekuatan baik materi maupun kesehatan.

Melihat perkembangan kesehatan mama,saya tadinya optimis luar biasa bahwa mama akan bisa pulang meski mama hanya tergolek lemah di tempat tidur (krn strouke sdh menyerang dimana-mana), saya bahkan sampai merancang scenario kepulangan mama ke rumah depok,saya insyallah siap jika harus diamanatkan untuk mengurus mama dikondisi seperti itu . Namun Allah punya kehendak lain, tanggal 26 januari 2010 lalu,bagai geledek di siang bolong,saya dapat kabar kondisi kesehatan mama menurun drastic,dokter hands up. Kami akhirnya semua kumpul,mama masih sadar seratus persen.kami semua bermaaf maafan, sungguh ini kejadian paling memilukan sepanajng hidup saya. Ingin saya menciumi mama dan memintanya tetap tinggal,tapi mama secara tidak langsung mengungkapkan inilah end of her life,mama harus berpulang pada Sang pencipta. Ketika saya mencium keningnya membisikkan kata maaf padanya,ia masih mengucapkan dengan lancar “maafin mama ya,mama selalu merepotkan kamu..”. Kenangan itu begitu memilukan bagi saya…,inilah kali pertama saya untuk mengucapkan kata pisah dengan orang yang saya sayangi untuk menghadap sang Pencipta..

Masih berkelebat di benak saya bagaimana saat saat akhir itu,dimana kami semua mencoba membimbing mama melalui sakratul mautnya yang ia lalui dengan penuh kesadaran dan senantiasa melafazkan istigfar dan nama Allah…Dan pada akhirnya pukul 22.45 pada tanggal yang sama (26 januari 2010) mama menghembuskan nafas terakhirnya dalam suasana yang begitu damai dengan ucapan terakhir berupa bisikan lirih “la ilaahailllah..”.

Ya Allah…, menceritakan ini saja saya masih berlinangan air mata, saya sedih dan bahagia,sedih karena harus berpisah dengan mama mertua saya yang saya sayangi dan saya bahagia akan kepergian mama yang begitu damai,yang insyallah sangat Khusnul Khatimah.Saya pun tak lupa bersyukur telah diberi kesempatan dan waktu untuk memberikan yang tebaik dan menunjukkan rasa kasih yang mendalam kepada almarhumah semasa hidup baik dalam kondisi sehat maupun sakit. Masih terlintas di benak saya ketika saat akhir saya mengucapakan “mama ..mama..i love you mam…”,jika kata itu yang selalu terucap dihati dan perbuatan saya,saya pun bahagia telah menyampaikan rasa kecintaan saya padanya secara lisan dan diikuti dengan anggukan sebagai balasan rasa cinta saya…

Sulit bagi saya untuk menggambarkan betapa ada empty space di hati saya saat saya sadar mama mertua saya sudah gak ada, ada rasa rindu yang mendalam,ada rasa ingin bertemu dan kembali menghabiskan masa bahagia saat bersama dulu..dan sejuta perasaan kehilangan yang alami…, mengenangnya kembali kadang memancing air mata,bahkan beberapa hari lalu sepulang saya dari perjalanan dinas ke Kalimantan,saya terisak sedih merindukannya,mengingat ketika saya shopping belanja aksesori bebatuan,saya otomatis membeli aksesori bebatuan warna hijau,warna favorit mama dan saat itu ingatan saya adalah membelikan untuknya,saya masih sering lupa kalau beliau udah gak ada…

Ini yang disebut dengan sayang, alam bawah sadar saya menyatakan saya menyayanginya sampai ke dasar hati saya.Saya masih secara reflek memikirkannya layaknya orang yang benar-benar penting bagi hidup saya…namun sebesar apapun saya menyayangi beliau, saya harus menerima kenyataan,ia saat ini jauh lebih bahagia dalam peristirahatan yang damai, Selamat jalan mama…


(mengenang mama Rabiah Abdullah alm, 13 July 1938 – 26 januari 2010)