Pages

Monday, December 2, 2013

Kelas Menengah Ngehe

Lagi rame nih orang ngomong soal kelas menengah ngehe, hahha entah lah apa definisi yang tepat untuk menjelaskan ini. Tapi fenomena ini hampir banyak kita temui dimana pun kapan pun, hehe. Mungkin karena saking besarnya populasi middle class di masyarakat, sehingga perubahan style pergaulan orang dari kalangan masyarakat ini akan jauh lebih teridentifikasi.

Saya gak tau apa batasan yang disebut kelas menengah ngehe ataupun kelas menengah biasa aja. Justru saya ini merasa sebagai manusia kelas menengah, kenapa saya bilang begitu karena saya bukan jutawan sekelas Abu Rizal Bakrie dan keturunannya, namun saya merasa relative hidup berkecukupan dibanding dengan orang pekerja bawahan yang berpenghasilan kecil dibawah UMR.  Artinya saya ada ditengah2 dua kalangan ini, tepat kalo saya menyebut diri saya adalah kalangan menengah. Tapi kalo dibilang kelas menengah ngehe, saya gak bisa bilang iya, karena sebagai masyarakat kalangan ini saya merasa tidak memaksakan keadaan maupun berperilaku berbeda.
 Saya dulu diawal membangun rumah tangga memiliki pekerjaan yang lumayan dan sudah mampu memenuhi basic need dengan baik, spt berhasi beli rumah yang ukurannya gak sempit, kebeli mobil serta pendapatan yang tersisa terasa banyak meski telah selesai memenuhi basic need, akhirnya membuat saya menghabiskan uang sisa itu tanpa tujuan jelas dan ujung2nya membiasakan hidup dengan barang2 branded,memiliki gaya hidup modern dari mall ke mall, travelling kemana- mana tanpa mikirin apakah jumlah tabungan dan investasi saya sepadan dengan pengeluaran hura- hura saya, saya pun masih cenderung ikut- ikutan  dengan gaya hidup orang. Saat itu untuk beli makanan anak saja saya harus belanja ke ranch market, makanan lulla saya lebih percayakan pada produk impor, tanpa mikir sudah halal kah? Untuk beli pakaian harus branded, saya gak bisa liat kata sale dikit, bahkan saya pernah ngantri beli diskonan mark and spencer dengan antrian kasir yg gak wajar.
Saat itu saya rasa saya tepat jika disebut kelas menengah ngehe.

Namun karena semakin usia bertambah, saya makin berfikir bijaksana, bahwa gaya hidup itu pilihan kita masing2. Setiap orang punya tujuan, maka setiap orang punya kebebasan menentukan bagaimana ia menyusun prioritas hidupnya. Apakah mau memprioritaskan diri dengan memperlihatkan tampilan lahiriah dan gaya hidup (seolah) jetset tapi ketahanan financial ga maksimal atau lebih memilih menjadi orang yang terlihat biasa2 saja tapi memiliki ketahanan financial yang cukup kuat untuk menyongsong masa depan?

Seiring berjalannya waktu, saya pun mulai menata diri dan menentukan prioritas hidup saya, saya memandang hidup bagi saya makin baik jika lebih memiliki persiapan yang memadai untuk menyonsong masa depan dengan cara mempersedikit pengeluaran tidak perlu, hidup lebih santai tidak terbebani akan trend , meminimalisir hutang  dan  lebih mengembangkan investasi maupun tabungan.
Tabungan dan investasi saya bedakan, karena investasi saya lebih maksudkan untuk property, asuransi, emas maupun surat berharga, sementara tabungan lebih pada tabungan berupa dana liquid dan tabungan berjangka. Untuk meraih ini, saya dengan sangat  logis memangkas biaya2 tidak perlu, seperti cermat dalam belanja makanan, mengurangi kebiasaan hangout yang menyedot biaya tidak sedikit, saya tidak lagi minded harus belanja di tempat dan merk tertentu, saya lebih banyak mengunjungi pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan makan harian daripada supermarket, karena selain jauh lebih murah, beberapa item seperti ayam, saya menyaksikan sendiri proses pemotongannya yg insyallah halal. Saya pun mengendalikan kebiasaan menginginkan barang yang tidak saya perlukan, saya mengedepankan konsep membeli karena butuh bukan karena ingin. Untuk pembelian kendaraan, saya memilih pembelian dng cara cash agar tidak menimbulkan beban tambahan. Saya pun tidak mainded harus diantar jemput dengan mobil meski punya supir pribadi, saya mencoba praktis dengan moda transportsi tercepatdan terefisien. Saya mengikis agenda jalan2 ke mall rutin mingguan bersama anak2, saya coba ganti dengan kegiatan anak2 yang lebih outdoor atau kegiatan penuh kreatifitas, dengan mengadakan kegiatan2 menyenangkan seperti masak bareng maupun mengerjakan project bersama seperti membuat handcraft. Saya pun kemudian membuat agenda2 travelling yang proporsional, saya menargetkan jumlah tabungan terlebih dahulu baru menentukan agenda travelling.
 

Saya sadar sepenuhnya bahwa saya adalah kalangan menengah, diatas saya banyak orang yang memiliki keberlimpahan materi bahkan mungkin gak habis tujuh turunan. Saya cukup tau diri apa yang saya miliki saat ini belum ada apa2nya. Pemahaman ini membuat saya senantiasa mencoba untuk selalu rendah hati, gak mau berhenti berupaya dan selalu bijaksana menggunakan uang. Disamping itu adanya pemahaman bahwa saya cukup beruntung karena memilki kehidupan yang jauh lebih baik dari orang2 berpenghasilan dibawah UMR, dimana untuk basic need saja orang2 itu kesulitan, membuat saya merasa bersyukur atas karunia Allah ini, saya merasa harus menjadi lebih baik lagi menjalani ibadah saya kepada Nya, saya pun merasa punya tanggungjawab lebih untuk dapat membagi rezeki saya kepada kaum yang gak seberuntung saya.
Sehingga saya berkesimpulan bahwa menjadi kalangan menengah gak semestinya menjadi ngehe, ada baiknya disikapi dengan bijaksana, bersyukurlah kita bisa hidup lebih normal, karena dalam pandangan saya hidup terlalu kaya itu tidak enak, terlalu miskin pun sungguh sengsara. Bersyukur dan tau diri adalah kunci menjadi kalangan menengah yang tidak ngehe, karena efek dari ungkapan kelas menengah ngehe adalah karena adanya sebuah realita bahwa beberapa masyarakat yang berangkat dr kaum menengah banyak yang bergaya bagai orang kaya baru dan bersikap sombong seolah telah menggenggam dunia. Jika semua kaum menengah menyikapi hidup cukupnya dengan tetap rendah hati saya rasa gak akan ada ungkapan ini.

Menurut pandangan saya jika kita diberi kelimpahan materi saat ini, (mungkin dulu belum seperti ini), kita harus jauh lebih bersyukur,berhentilah berfikiran untuk dianggap sukses itu berarti harus punya materi seperti apa, harus bergaya hidup jetset,harus bisa beli ini dan itu yang kemudian harus dipamerkan berlebihan dan ogah terlihat hidup biasa saja.
Buat saya hidup cukup dan siap menyongsong masa depan dengan ketahanan financial yang baik adalah sebuah goal hidup yang cukup logis dan proporsional. Tapi sekali lagi, pilihan hidup ada pada diri kita masing2, saya menghormati seluruh orang dengan prilaku yang mengarah pada kelas menegah ngehe sekalipun, saya gak berani judging bahwa yang begitu itu norak atau apa meskipun sebagian besar tentu merasa terganggu dng org2 berprilaku demikian.

Meski tidak mudah, saya rasa untuk dapat hidup berdampingan dengan nyaman saat bertemu segelintir orang dengan type kelas menengah ngehe begini, ada baiknya kita mengedepankan pemikiran  tiap orang punya kebebasan menentukan akan dihabiskan untuk apa hidupnya, pandangan semacam ini juga mungkin bisa mengurangi dosa kita supaya gak jadi nyela orang ataupun memandang orang miring :)
Selamat memasuki bulan Desember, salam hangat saya untuk semua sahabat!