Pages

Friday, November 19, 2010

Hamil, Kesempatan Emas Dari Allah

Kepingin punya anak lagi, wacana sejak kapan tau. Bukan gak mau dari dulu-dulu tapi yang namanya nambah anak buat saya dan suami banyak hal yang harus dipesiapkan. Walau bagaimana seorang anak hadir ke dunia wajib kita persiapkan dengan baik, menghadirkanmereka berarti berupaya memberi yang terbaik baginya, meningat anak-anak adalah titipan Allah swt. Saya gak bisa jika seperti orang kebanyakan, pengen nambah anak karena factor ‘koleksi belum lengkap’, buat saya itu gak prinsip. Yang paling prinsip adalah menambah anak memang untuk pemenuhan unsur psikologis dan aspek-aspek keluarga bukan sekedar ngelengkapin ‘koleksi’. Jadi biar dikasih perempuan lagi pun saya gak akan ambil pusing untuk nambah-nambah lagi demi dapat anak laki-laki. Laki perempuan sama, yang penting mereka dapat menjadi anak-anak yang berhasil baik dunia dan akhirat,anak-anak yang soleh/soleha yang menjaga martabat kita,membanggakan dan membahagiakan kita kelak.

Lalu setelah timbang sana dan sini, maka dua tahun lalu kami memutuskan untuk program menambah anak, kami juga harus memperhatikan aspek perekonomian keluarga kami dan kesiapan mental Lulla untuk berbagi kasih sayang dengan saudaranya. Setelah itu semua dirasa siap,kami mulai program.Dan ternyata tidak mudah,sama sekali tidak mudah.

Proses untuk bisa hamil saja menungu lebih dari setahun, padahal waktu mendapatkan Lulla saya terbilang cukup tokcer, ternyata emang ini ujian kesabaran. Kami gak bisa menyepelekan hal penting seperti ini. Dari sisi mendapatkannya saja Allah sudah mengingatkan saya,bahwa punya anak itu bukan perkara sepele. Saya resapi sekali pesan ini,dapetinnya gak mudah,merawat dan membesarkannya apalagi. Kami iklas, kami boleh berencana tapi Allah yang menentukan,saya bawa santai aja segala sesuatu nya. Pokoknya kalo dikasih alhamdulilah,kalo enggak ya berarti saya masih diperbolehkan traveling sesuai minat kami bertiga.



Saat kami ke bali beberapa minggu lalu,saya dikejutkan oleh munculnya flek seperti pertanda menstruasi,padahal tanggal menstruasi masih 2 minggu lagi. Aneh memang,tapi saat itu ga mikir apa-apa,cuma mikir,ya bulan ini gak rejeki untuk hamil. Bulan depan mungkin?Tapi kemudian selang sehari flek gak muncul lagi, berikutnya besoknya demikian lagi, ada flek tapi lalu berhenti.

Saya teringat ini seperti tanda awal kehamilan,maka saya iseng beli testpack,hasilnya gak bisa dijabarkan positif atau negative karena stripnya ada 2 (tanda positif) tapi garis yg satunya agak samar. Saya gak berani kege er-an dulu. Besonya flek lagi, ya sudah pasrah saja,gak jadi agaknya. Sampai Jakarta flek hilang lagi, penasaran saya testpack lagi,kali ini garis dua nya muncul lagi yang satunya lebih jelas dari sebelumnya.

Saya tadinya pengen ke dokter kandungan,tapinya kan itu belum terlambat ya?kok rasanya ge er sekali. Saya akhirnya menunggu sampai tanggal 5,tanggal seharusnya saya menstruasi. Pada hari ini muncul tanda flek lagi, kali ini hampir mirip menstruasi.Maka pupus sudah harapan saya.
Namun flek itu hilang begitu saja, saya pun penasaran. Dua hari dari tgl 5 kami ke dokter kandungan di RS terdekat, sekedar mengecek,ada apa gerangankenapa tubuh saya reaksinya aneh. Lalu di USG oleh dr SpOG,hasilnya terdapat kantung kecil tanda ada pembuahan.

Alhamdulilah seneng sekali,bukan main bahagianya dikasih kesempatan sama Allah.Saya mencoba menjaganya baik-baik. Namun baru seminggu, flek keluar lagi, haduh jadi takut. Apalagi itu diikuti dengan sakit diare dan muntah-muntah. Maka saya kembali ke dokter langganan saya, dr Fachruddin SpOG,ahli kandungan di RS Duren 3 Jakarta Selatan.Berbagai treatment diberikan untuk menjaga kondisi saya dan bayi di kandungan baik-baik saja.

Saat ini sudah 2 minggu berselang dari kejadian diare itu,kandungan saya memasuki periode 6 minggu kehamilan. Jangan ditanya gimana, mual setengah mati, rasa sebah dan berbagai gejala hormonal gak enak saya alami saat ini. Meski patut disyukuri karena saya masih bisa menelan makanan meski gak banyak.
Yaaah…inilah cerita awal kehamilan saya ke dua, sesuatu yang sangat kami nantikan dan kami persiapkan. Memang ada berbagai rasa tidak enak menyertai ini semua, tapi inilah sebuah konsekuensi dlm mewujudkan sebuah keinginan. Allah mengabulkannya dan saya insyallah siap menjalaninya. Semoga bayi ini rejeki kami sekeluarga. Semoga bayi ini tumbuh sehat wal’afiat…

Friday, November 5, 2010

Saya berjilab dan kamu pendosa????

Semalam saya dapat informasi melalui timeline twitter teman-teman saya mengenai blog seorang aktris tahun 80 an (inisial MH) yang sekarang menjajaki karier politik. Di timeline teman-teman saya si aktris dicemo’oh habis habisan,sampai ada seorang yang juga artis mengatakan aktris 80-an itu seperti orang sakit jiwa. Saya penasran sangat,apa gerangan yang aktris 80 an itu tulis di blog nya sehingga ia seperti dipermalukan oleh tulisannya sendiri?

Saya pun kemudian dapat link blog tersebut dari sahabat saya yang seorang wartawan,kemudian jari-jari saya mulai menjelajah dunia maya untuk membaca blog panas tersebut.

Olalalaaaa,saya terenyuh,kasihan pada si penulis. Kenapa?

Tulisan itu ekspresi seseorang,sama seperti perkataan verbal. Namun bedanya ada orang yang yang mampu berkomunikasi dengan tulisan ada juga yang tidak Karena masalah biasa atau tidak saja. Seorang emosi dan tidak pun dapat kita lihat dari tulisannya,apa yang dirasakan orang itu akan terbaca melalui tulisannya. Dan tulisan mengenai perjalanan 25 tahun pernikahan si aktris 80 itu pun dapat terbaca jelas emosi di dalamnya, ia sedang dilanda cemburu berat!

Jadi gini inti tulisannya: si aktris ini memiliki suami yg juga actor dan penyanyi rock di eranya,si aktris telah berjilbab,sementara si suami masih sering berkecimpung di dunia artis.Suatu waktu ada acara reuni artis jadul, si suami diundang untuk menyanyi dan menjadi bintang tamu.Pada kesempatan itu si suami didaulat nyanyi dengan Vina Panduwinata si burung camar. Kita semua tau Vina adl artis yang masih berpenampilan sexi di usia tuanya,ia mengenakan baju panggung yang menampakkan bentuk dadanya.Entah bagaimana di panggung saat menyanyi ‘SI Burung Camar’ merapat pada suaminya aktris itu,kalo menurut saya,ini sih adegan panggung biasa, gambaran keakraban sahabat yang ditampilkan melalui rangkulan dan lain sebagainya. Gaya hidup artis bukannya sebagian besar begitu?

Ternyata si istri ini marah besar,ia merasa Vina itu dengan sengaja menempelkan ‘payudaranya’ ke suaminya. Disitulah bergulir cela demi celaan tentang gaya busana dan tampilan ‘payudara’ Vina Panduwinata, lalu menyusul celaan senada dilontarkan juga untuk Memes Adi MS olehnya. Ia dengan gamblang menyatakan ia merasa lebih hebat dari 2 artis seangkatannya itu karena ia sudah berhijab,sementara dua artis yang ia bicarakan adalah orang yang gak ingat umur lah atau apalah…



Saya hanya sekedar ingin menanggapi tulisan ini,saya prihatin tulisan ini dibuat oleh seorang muslimah berjilbab dengan gelar pendidikan yang tinggi,sudah level doctor kalo tidak salah dan public figure yang katanya politisi pula. Saya juga perempuan muslim,saya pun berjilbab dan saya pun punya suami. Tapi sebagai perempuan terhormat dan terpelajar,saya tidaka akan melakukan apa yang dilakukan oleh si artis 80 itu. Kenapa?

Karena menurut saya apa yang ditulisnya sangat tidak ber etika, etika Islam dilupakan disitu. Kita memang berjilbab,mungkin memang menurut keyakinan kita kita lebih baik daripada perempuan diluar sana yang masih memamerkan anggota tubuhnya. Tapi itu kan keyakinan kita,kita gak bisa bilang bahwa kita yang paling benar karena kita menutup aurat lantas orang lain yang tidak sama dengan kita adalah orang yang tercela.Kita akan menjadi manusia sombong jika seperti itu. Agama Islam tidak mengajarkan kita hal demikian.

Islam mengajarkan kita untuk saling mengingatkan sesama muslim, itu benar adanya.Tapi mengingatkan yang dimaksud tentu memiliki cara-cara yang baik,cara-cara yang lebih pada ajakan menuju kebaikan,bukan menyebar kebencian semacam ini. Jika kita harus menasihati teman/saudara kita yang dalam pandangan kita mengambil pilihan hidup yang salah atau tidak tepat menurut ajaran kita,lakukan teguran dengan adab yang baik sesuai dengan apa yang diatur dalam agama kita.Nasihati dengan cara yang baik dan dengan tujuan kasih sayang,bukan dengan kebencian dan cela’an, seperti yang saya kutip dari firman Allah berikut:

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-’Ashr: 1-3)


Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (al-Balad: 17)

Saya tidak menyalahkan apabila kita kadang merasa miris melihat perempuan lain memamerkan anggota tubuhnya,namun sekali lagi,jika kita ingin ia memberitahunya bahwa itu gak baik dimata kita,maka lakukan teguran halus secara tertutup,awali dng kata maaf sebelumnya jika dengan teguran kita ia jadi tidak berkenan. Namun jangan sampai teguran kita mempermalukannya di muka umum,apalagi kita menegur tidak tepat sasaran dan jadinya kita malah ber-gibah m(bergosip) tentang orang itu.

Ini yang saya sering temui di masyarakat,kadang ada wanita yang sudah berjilbab justru tidak ikut menjilbabkan akhlaq,perkataan dan perbuatannya. Kadang dengan bertameng pada jilbabnya para perempuan dapat mengejek dan merendahkan orang lain yang mungkin belum tergerak untuk menutup aurat. Sesungguhnya kita ini manusia biasa yang harus terus berupaya untuk menjadi lebih baik, berjilbab bukan legitimasi kita manusia paling benar yang tidak pernah khilaf, berjilbab pula bukan legitimasi kita lebih soleha dari perempuan yang tidak berjilbab.Berjilbab juga bukan berarti menjadikan kita orang suci dan mereka yang tidak berjilbab adalah pendosa…


Maaf kalo ada yang tidak berkenan sama tulisan saya, ini oleh-oleh renungan saya Jumat pagi ini selama di jalan menuju kantor,semoga dengan jilbab ini kita dapat menjaga akhlaq,perkataaan dan perbuatan kita seutuhnya.

Thursday, November 4, 2010

Menghadapi Teman Berkebutuhan Khusus

Putri saya bersekolah di sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus dalam hal ini anak autis. Sudah sangat umum anak autis diterima di sekolah normal. Tentunya anak autis mempunyai porsi pendidikan lain selain di sekolah normal,mungkin ada theraphy theraphy lain yang dapat menstimulus kemampuan social anak-anak semacam ini. Saya salah satu kelompok orang yang setuju dengan adanya anak autis yang mulai digabung dengan anak normal, asal kondisi pendukungnya juga memadai, seperti adanya pengawasan dan pendampingan dari guru shadow yang mumpuni.

Keberadaan anak autis diantara anak-anak normal kerap dianggap miring oleh beberapa orang tua murid, mungkin karena prilaku anak autis yang kadang tak terkendali membuat kecemasan tersendiri bagi para orang tua murid lainnya.
Saya pun kadang agak kawatir, tapi rasa kawatir kita tidak dapat kita jadikan pembenaran jika kita tidak memberi kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang. Mereka butuh latihan untuk hidup normal dan memahami aturan main di kehidupan sosial, dan itu bisa mereka pelajari dengan berbaur dengan anak normal. Jadi saya mencoba mengenyahkan rasa kawatir saya dan mencoba untuk mensupport pihak sekolah untuk memanage dengan baik keberadaan anak berkebutuhan khusus ditengah-tengah anak normal.




Namun di perjalanannya ternyata enggak mudah, putri saya sejak duduk di kelas A kebetulan sekelas dengan seorang anak autis. Dan kebetulan pula anak autis ini memiliki prilaku yang agak agresif,terutama pergerakan tangannya yang begitu kuat dan cepat. Sehingga anak ini sering tanpa sadar mendorong temannya terutama bila sedang excited dan senang. Dan pada tahun lalu Lulla menjadi ‘korban’ keaktifan ini,ia mendorong Lulla saat Lulla akan mengambil wudhu di sekolah, sehingga dengkul Lulla menabrak pembatas keran wudhu. Akibatnya dengkul Lulla memar dan Lulla otomatis menangis sehingga harus di amankan di UKS.

Sepulang sekolah saya mendapat surat laporan ‘kecelakaan’ tersebut, saya kaget dan jelas prihatin dengan luka memar yang Lulla alami. Tapi ada luka lain yang harus saya tangani selain memar ini,yaitu trauma, saya kawatir Lulla trauma terhadap anak autis itu. Ini ‘luka dalam’ yang harus segera di recovery,krn jika Lulla trauma, ia bisa enggan ke sekolah atau bergabung dengan teman-teman sekelasnya,ini kan jadi masalah. Alhamdulilah dari obrolan dan motivasi yang kami berikan, Lulla tidak trauma atau takut berhadapan dengan anak itu, ia pun dengan tegas mengatakan ia memaafkan anak itu. Dan kami juga akhirnya menjelaskan kenapa anak itu berprilaku demikian,kami menjelaskan secara garis besar mengenai penyakit autis,dan sekali lagi saya bersyukur Lulla memahami dan menganggap temannya itu bukan anak nakal,ia memaklumi kekurangan itu.

Ternyata kejadian kecelakaan itu menimbulkan reaksi yang cukup heboh dikalangan orang tua murid lain, berita menyebar bagaikan angin di kalangan ibu-ibu yang rajin kumpul di sekolah. Saya juga heran kenapa bisa seheboh itu, intinya ibu-ibu meributkan dan mengecam keberadaan anak itu disekolah.Sampai ada yg menghubungi saya ke handphone dan mendorong saya memanfaatkan moment itu agar pihak sekolah memisahkan anak autis tersebut. Jelas saya menolak, bukan apa-apa, itu terlalu konyol.
Buat saya, ini bentuk latihan bagi anak saya juga untuk bertahan menghadapi teman-teman yang berbeda dengannya,ia harus punya strategi dan keberanian menghadapi hal-hal seperti itu. Sungguh bukan berarti saya gak sayang anak saya,tapi saya percaya ini adalah bagian dari belajar.Selain itu sangat tidak manusiawi jika kita mengkotakkan anak semacam ini,ia tetap punya kesempatan dan hak yang sama toh untuk berkembang?

Rupanya reaksi diam saya membuat para ibu itu tidak kehabisan akal,mereka mulai melancarkan entah aksi apa sehingga suatu hari saya mendapat telepon dari ibu anak autis tersebut,ia dengan suara tersendat meminta maaf atas kejadian tersebut. Ya Tuhan disitu saya merasa ikut bersedih,saya saja tidak bereaksi,lantas kenapa ibu-ibu lain justru yang protes pada orang tua anak itu?kalo pun mau disalahkan kita bisa menyalahkan shadow yg bertugas mengawasi anak itu,artinya ia lalai,jadi bukan menyalahkan anak autis itu,anak itu kita tau memang punya kekurangan.

Setahun berselang,anak saya kembali dimasukkan dalam kelas yang sama dengan anak autis itu,saya menganggapnya tidak big deal. Dan kejadian serupa pun terjadi meski efeknya tidak sebesar efek yang pertama.Lulla nampak fine, selang beberapa minggu kejadian lagi, dan pelaku serta korbannya masih sama. Saya pun menanggapinya masih biasa,sepanjang Lulla fine ya gak apa-apa. Saya paling memotifasi dirinya untuk bisa menghadapi anak itu,jika perlu lebih waspada jika dekat dengan anak itu,takut anak itu reflek mendorong Lulla sebagai ekspresi gemasnya melihat Lulla.
Namun saya sangat kesal ketika kembali lagi masalah yang ada menimbulkan reaksi lagi dari para ibu-ibu di sekolahan. Dan kali ini saya mulai tidak suka karena mereka jadi menyalahkan pihak sekolah karena menerima anak seperti ini yang mereka anggap mengganggu.Kejadian ini yang lantas membuat saya menyurati pihak sekolah untuk berhati-hati apabila ada issue-issue panas semacam ini merebak dikalangan orang tua murid. Saya intinya mengingatkan pihak sekolah untuk be aware.

Disini saya berfikir, betapa menjadi orang tua yang dikaruniai anak-anak normal dan sehat cenderung membuat manusia hilang empati pada orang lain. Padahal memiliki anak yang normal harusnya kita syukuri dengan sangat dan bentuk dari rasa syukur itu kita harusnya membagi dengan orang yang mungkin gak seberuntung kita. Jangan malah mengecam dan menyudutkan. Ini pemahaman yang saya rasa gak wise.
Harusnya pada semua kejadian kita melihat dari sisi positif lalu kita pelajari hal negatifnya untuk menjadi pelajaran berharga. Keberadaan anak dengan kebutuhan khusus dan berprilaku berbeda di tengah-tengah anak-anak normal harusnya jadi ajang belajar bagi anak-anak kita,berikut poin yg saya pikir bisa kita tanamkan pada anak-anak kita:

1. Kenalkan kepada anak-anak kita bahwa manusia itu berbeda-beda, ada yang memiliki kelebihan dan ada yang memiliki kekurangan. Ajari anak untuk respect terhadap hal itu.
2. Ajari anak untuk berani menghadapi situasi yang sulit, jangan sampai kita meng-kotakkan anak kita ke dalam situasi yang selalu aman tanpa konflik dan masalah. Dengan kesulitan mereka belajar bertahan,dengan adanya masalah mereka belajar menyelesaikan masalah.
3. Tanamkan keberanian pada anak untuk menghadapi situasi dan prilaku orang seperti apapun itu.Stimulus ia untuk survive dan mencari strategi menghadapi orang di dunia luar sana.
4. Tumbuhkan rasa kasih sayang dan emphaty terhadap orang yang tidak beruntung di hati anak kita,kondisi teman yang berkebutuhan khusus adalah sesuatu yang layak mendapat emphaty dari anak kita.

Demikian para bunda, sedikit coretan dari saya, saya juga orang tua yang terus belajar dari anak,dari mereka saya banyak terinspirasi untuk menjalani hidup di masyarakat maupun di karier saya agar menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Sampai jumpa di tulisan berikutnya…cao!