Pages

Wednesday, March 19, 2014

Haters



Minggu lalu saya cuti karena sakit, saya begitu lemah sampe membaca buku pun pusing skali rasanya, akhirnya saya hanya mampu menikmati gambar demi gambar yang ada di media social Instagram supaya tidak bosan di tempat tidur. Saya gak sengaja membuka link Instagram salah seorang putri pasangan artis (yg finaly bercerai) Anang dan Krisdayanti, anak itu mungkin usianya baru 15 tahun, saya enggak terlalu tau. Saya kaget saat melhat instagramnya, bahwa untuk ukuran anak umur segitu haters nya luar biasa banyak. Saya yang ketinggalan jaman atau bagaimna, seingat saya anak ini belum punya karya seperti film layar lebar, sinetron ataupun album sendiri, ia hanyalah (kebetulan) anak sepasang selebrity. Namun yang mencengankan adalah betapa haters anak ini kejam dalam melontarkan hinaan demi hinaan. Yang dihina pun bukan karena karyanya karena anak ini spt saya bilang tadi belum punya karya apa2 dan emang bukan artis. Saya lihat para haters itu mencerca anak itu dengna sangat terang- terangan seperti: dasar lo item, dasar lo jelek, paha lo tuh kayak kaki sapi, entah apalagi saya gak sanggup menuliskan disini.


Hal serupa saya lihat juga di akun instagram salah seorang mantan kekasih putra sulung Ahmad Dhani, yang sama sekali bukan artis, dan hatersnya banyak sekali, yang cercaan-cercaanya begitu tajam, yang jika dilihat juga bukan karena si pemilik akun melakukan foto yang aneh, isinya caci-cacian yang terasa penuh kedengkian.

Saya enggak paham duduk permasalahan para haters ini dengan orang yang bersangkutan. Saya rasa buka urusan orang juga ya melihat ada orang berpose dengan gaya apapun, toh itu media social milik orang tersebut. Kalo tidak suka tinggal unfollow kan beres.Apalagi kalau ada foto- foto yang biasa- biasa saja tapi tetap mendapat cercaan yang enggak nyambung, seperti pose orang lagi sama pacarnya, lalu dihina : dih mau aja lagi dia sama elo dasar jelek, dasar permepuan gak bener. Nah looo kacau kan?
Belum lagi kalau kita menilik prilaku kicauan miring si pengacara yang sedang berusaya mencalonkan diri jd capres RI, Farh*t Ab*s.  Saya melihat kenapa orang ini ringan sekali menghujat orang lain melalui akun twiternya, padahal kemungkinan ia pun tidak mengetahui duduk permasalahan utama yang sedang dihadapi orang yang dijuatnya.

Tapi yang menarik disini, saya melihat orang mulai terkikis rasa tenggang rasa dan saling menghormatinya. Menghujat sudah seperti budaya. Bahkan kedengkian seperti menjadi hal yang lumrah serta cukup sah untuk dilontarkan tanpa malu bahwa apa yang dilontarkan itu menunjukkan kekerdilan jiwanya.
Saya enggak bilang orang yang yang dicecar para haters ini mutlak benar, misal anak seusia belasan tahun tapi gaya berdandan lengkap dan kadang tidak sesuai usianya, ataupun gaya bercelana pendek memamerkan aurat (mohon maaf), emang ada yang yang kurang tepat, tapi itu sekali lagi hak azasi orang itu. Gak perlu ditanggapi dengan hujatan yang sungguh tidak manusiawi.Atau seperti pengacara itu, apakah perlu menanggapi hal- hal remeh yang mungkin tidak penting sementara harusnya ia sibuk dng karier pengacaranya?
Menanggapi anak- anak dibawah umur yang di bully para haters melalui media social pun membuat saya gak paham kemana orang tuanya?
Apa tidak lebih baik meminta anak2 mereka membuat social media mereka dlm kondisi private agar tidak dihampiri haters yang komentar- komentarnya sungguh merusak kepercayaan diri anak2 itu.
Atau jangan2 orang tua anak2 ini pun mementingkan popularitaas sang anak sehingga membiarkan para haters lalu lalang meninggalkan komentar2 kejam seperti itu di media social anaknya?
Kalo terjadi pada Lulla  (amit- amit) mungkin saya akan meminta Lulla mengubah media social mjd lbh private, agar secara mental anak saya pun tidak dirongrong oleh cercaan para haters.
Saya yakin cercaan haters ini pun mampu membangun mental seseorang untuk lebih berbesar hati, namun saya rasa ada waktunya untuk menempa mental seseorang melalui hal tersebut, dan saat yang tepat itu bukanlah usia masih belasan tahun.

Berbicara soal haters, saya pun memiliki orang yang diam- diam gemar menghujat dan mencerca saya dibelakang, dari mulai masalah interaksi saya dengan jajaran direksi, kehidupan financial keluarga saya,sampai cara mendidik anak saya. Semua itu dng gamblangnya ia uraikan ke temannya yang kemudian menyampaikan lagi kepada saya akan cercaan- cercaan itu. Tapi karena usia saya yang sudah begini banyak, tentu saya menyikapi orang- orang bermulut jahat dan pendengki  begini dengan sikap lebih legowo dan penuh keiklasan. Tidak perlu terbawa emosi apalagi memasukkan hati, saya cenderung menjadikannya angin lalu, dan hanya dengan kunci memaafkan dengan iklas yang akhirnya membuat saya tidak dendam apalagi sakit hati. Tapi mungkin kalo orang begini berhadapan dengan saya 10 tahun lalu, mungkin saya tidak akan sesabar ini.
Ini mengingatkan saya akan cercaan para haters kepada anak2 ini di media social ang saya sebut diatas, saya rasa 100x lipat lebih jahat dari yang saya terima dari orang ini, apakah anak- anak itu mampu berdiri tegar tanpa emosi sama sekali menerimanya?
Apakah cukup sehat untuk perkembangan psikologis mereka saat kecaman- kecaman yang cenderung tak berdasar itu melukai perasaan mereka setiap harinya?
Yang saya tau banyak case bunuh diri yang dilakukan anak2 muda diluar sana karena ulah haters. Mereka tak kuat menangkal cercaan demi cercaan tersebut sehingga memilih bunuh diri.


Jadi saya pikir, sebagai orang tua mestinya bisa mulai mencermati media social anak2 kita.Jika ada orang tua yang kelak ingin anaknya memiliki popularitas, perlu perencanaan matang langkah yang lebih tepat untuk anak kita agar mampu mengemban popularitas,karena popularitas tidak lepas dari yang namanya para haters dan tidak bisa kita cegah juga keberadaannya. Maka kesiapan mental pun harus dibangun sebelum anak menjadi bulan- bulanan kekejaman manusia iseng diluar sana.

Sementara fenomena banyaknya manusia yang bertransformasi menjadi pendengki yang lebih sering disebut haters ini ,perlu juga kita cermati, jangan sampai anak- anak kita justru berkembang menjadi para haters seperti ini. Yang saya lihat jaman sekarang orang sungguh minim dalam memahami pendidikan moral. Adanya kemajuan teknologi nampaknya tidak disikapi dengan bijaksana, orang cenderung makin mudah menjadi manusia2 kejam dan seenaknya  yang gemar menyakiti perasaan orang. Social skill seseorang pun tidak berkembang, karena orang cenderung berani berhadapan hanya dibalik dunia maya, dan cenderung ciut jika harus berdebat secara langsung atau  berhadap- hadapan secara fair. Bagi para orang- orang yang memang pendengki, tentu ini jadi tameng yang baik sekali untuk mereka, karena tanpa harus memilki keberanian mengkritik dihadapan orangnya langsung secara face to face mereka tetap mampu melontarkan kedengkiannya.

Bagaimana mungkin sifat sejelek itu mampu tumbuh dalam diri seseorang? Ini semua  kembali lagi kepada bagaimana seseorang terdidik, baik dirumah, disekolah dan pergaulan. Tugas utama semua pihak bgmn  bagaimana anak mampu mendapat pendidikan moral yang tepat, agar mereka agar lebih bertenggang rasa, lebih saling menghormati, lebih mampu memahami perbedaan dan jauh dari sikap pendengki.Kita pun punya tugas  menciptakan generasiyang kritis yang  berani mengungkapkan kritik secara gentle karena memang  memiliki alasan kuat atas pendapatnya. Bukan seperti sekarang ini, ketidaksukaan terhadap orang lain tidak dapat dicari dasarnya karena apa, dan kadang hanya dengan enteng mengatakan : “ya pokoknya gue enggak suka aja sama dia”.

Perlu juga adanya penanaman pikiran bahwa gadget dan segala kemajuan teknologi harus disikapi sebagai penyambung silaturahim. Dan terpenting, sejak dini anak2 diajarkan untuk tidak melakukan hal yang sia2, menjadi haters yang gemar menghujat, menggunjingi dan memfitnah orang adalah prilaku yang  sia- sia yang justu dosanya sungguh besar.
Ini menjadi PR bagi kita bagi kita semua, jangan geser kebiasaan kita sebagai manusia berbudaya menjadi manusia yang tak kenaal etika dan budi pekerti.
Dan untuk semua moms, aware lah dengan gadget anak- anak anda, jangan sampai anak2 jadi bahan bully maupun pelaku bully meski melalui media social. 

Semoga berkenan  :)