Pages

Wednesday, June 20, 2012

Melatih anak belajar sebagai bentuk kerja keras

Hari ini Lulla bagi rapor semester dua di kelas 1. Saya cukup mengalami kecemasan,dan kecemasan saya ini dianggap berlebihan oleh suami saya.
Sebenarnya saya bukan cuma sekedar cemas sanak saya tidak dapat rangking. Karena buat saya rangking itu bukan barometer kesuksesan seorang anak, salah besar kalau paradigmanya semacam itu.
Tapi nilai rapor buat saya adalah ukuran keberhasilan bagi saya dan anak saya dalam melewati dan menguasai materi yang selama semester ini diberikan oleh guru. kenapa ada unsur saya dalam hal ini?
Saat ini saya tidak bisa menjudge hasil rapor Lulla hanyalah tangungjawabnya sendiri, saya sebagai ibu punya andil besar dalam hal itu, alasannya ;
1. Lulla masih belum terbiasa dengan sebuah tuntutan akademik
2. Lulla masih dalam masa pembentukan cara belajar dan mindset berprestasi
3. Saya adalah seorang ibu yang memiliki kewajiban mendampingi dan mendidik anak saya di rumah
Alasan- alasan itu yang membuat saya merasa masih memiliki kontribusi besar dalam hasil sekolah Lulla.
Saat ini Lulla dalam golden age, saya dituntut membentuk dia untuk terbiasa dalam memperjuangkan sesuatu, meraih sesuatu, memenuhi sebuah qualifikasi tertentu, berkompetisi secara fair, perfectionis terhadap hasil kerja dan bertanggungjawab terhadap waktu. Dan proses belajar dan ujian itu harus dilihat sebagai sebuah sebuah wadah ia berlatih untuk itu semua.



Saya pun menanamkan padanya bahwa dalam hidup harus kerja keras untuk mendapat hasil terbaik, kenapa? karena hidup itu adalah anugrah Allah swt. Hidup itu ada amanah yang kita emban, yaitu waktu dan penggunaan waktu dengna sebaik mungkin adalah kewajiban terutama umat muslim. Jika saya dan ayahnya bekerja keras dengan cara bekerja mencari nafkah dan menjalani kewajiban kami mendidik anak- anak, maka seorang anak punpunya bentuk kerja keras yang tidak sama, yaitu belajar untuk meraih hasil pendidikan terbaik, dan kerja keas adalah bentuk tanggungjawab kita terhadap umur yang diberikan oleh Allah.
Setiap hari ia sekolah, ada guru yang bersusah payah menyampaikan materi pelajaran, ada uang sekolah yang dibayarkan orang tua agar ia belajar, ada persaingan ketat dihadapannya kelak, dan ada waktu yang tiap hari ia habiskan dalam bersekolah, maka itu semua harus ia pertanggungjawabkan dengan benar. Dan belajar dengan baik adalah sebuah cara ia bertanggungjawab . Sementara ujian atau ulangan adalah cara untuk mengevaluasi kerja kerasnya selama 1 semester.
Semester lalu ia mendapat rangking 3, tidak terlalu sempurna, saya tidak memarahinya. Saya mengucapkan selamat padanya, tapi secara fair saya mengatakan padanya bahwa saat ini ia belum maksimal bekerja keras, masih ada 2 teman lainnya yang menduduki rangking 1 dan 2. Artinya mereka lebih baik dari Lulla, Lulla harus sadar itu bahwa ia masih punya 'pe er' untuk mengejar prestasi temannya, karena inilah persaingan, yang dicari adalah yang terbaik, maka selalu semangat ntuk mengejar prestasi untuk menjadi yang terbaik adalah wajib.
Saya bukan ambisius, tapis aya secara fair memberi gambaran pada anak saya bahwa hidup tidak mudah. orang tidak boleh mudah puas atas sesuatu yang dicapai, karena hidup ini isinya ya perjuangan sampai akhir hayat. membiasakan diri bekerja keras menurut saya adalah baik adanya daripada kit amembiarkan kemalasan tumbuh dalam diri anak- anak kita.
Dan dalam golden age ini, saya berusaha semaksimal mungkin membiasakan Lulla untuk bekerja keras, karena insyalah bisa ia lekatkan dalam ingatannya dan ia tanamkan semangat ini seumur hidupnya. Intinya menjadikan bekerja keras adalah kebiasaan dirinya.

No comments: