Pages

Tuesday, September 1, 2009

Selamat jalan Eyang

Ini puasa pertama tanpa eyang tercinta, memang saat-saat ini terasa begitu tak nyata rasanya..Yang bisa saya ingat eyang masih ada di rumah Pekayon, demikian yang secara reflek ada di pikiran saya,tapi ketika mencoba mengingat kembali fakta yang mencuat ke benak saya adalah eyang sudah tidak ada, beliau telah berpulang kepada Allah.

Kejadiannya adalah Sabtu 2 pekan lalu, 15 Agustus 2009 pukul 06.20 pagi di RS Kardiovaskular Puri Cinere. Sebenarnya sudah beberapa minggu lalu,tapi saya masih tidak sanggup membuka folder foto2 saat pemakaman,hati masih terasa sedih. Saya memberanikan diri memposting karena sudah beberapa teman mengingatkan,maka saya pun akhirnya memberanikan diri.




Memang seperti yang saya critakan sebelumnya eyang sempat kritis, kami telah pasrah dan iklas. Saya mencintainya tapi Allah jauh lebih mencintainya,ketika Eyang berpulang pun kami pasrah. Ketika mendengar kabar, saya ada di rumah, yang bertugas menunggu eyang adalah Mama saya dan Tante Betty, ditemani beberapa sepupu saya Rizki, Adit dan Yudha. Eyang pergi begitu tenang, bahkan bisa dibilang hampir tidak ketahuan. Tau-tau para perawat dan dokter jaga sudah masuk ke ruangan karena menangkap signal denyut nadi melemah dari ruang kontrol, dan itu berlangsung kurang dari 10 menit. Mengingat sebelumnya eyang masih di sonde (memasukkan cairan makanan dari hidung) dan mandi pagi dalam keadaan denyut nadi,jantung dan tekanan darah yang normal, meski kesadaran sudah masuk tingkat koma. Menurut mama dan tante betty, eyang pergi layaknya orang tidur saja, tidak ada gerakan ekstrem sebagai tanda maupun hembusan nafas panjang. Insyallah ia pergi begitu tenang…

Pagi itu saat dikabarkan,saya segera bersiap, hampir dikatakan saya tidak menangis,saya berusaha untuk itu. Tapi apa daya di kamar mandi saat saya sendiri tiba-tiba saya seperti flashback mengingat hari-hari yang lalu yang pernah saya lalui bersama eyang,dan disitulah air mata saya tak tebendung,kenangan-kenangan itu terasa begitu indah dan mengharukan.





Banyak kenangan begitu indah kami lewati bersama,begitu banyak mimpi2 indah bersama kami wujudkan. Eyang selalu ingin dan berdoa memiliki cicit sebelum wafat,dan Alhamdulillah untuk pertamakalinya saya mempersembahkan cicit baginya dari rahim saya,Calulla lalu disusul oleh saudara2 saya lainnya yang ikut memberinya cicit.Begitu banyak rasa sayang dan bangga yang ia curahkan pada saya dan putri saya,kadang saya merasa saya ke-g e er-an kalo dia selalu memuji putri saya,seolah putri saya adalah kebanggannya.Kadang masih terngiang di telinga saya bagaimana perasaan saya ketika mengangkat telepon yang langsung terdengar sapaanya “Hellow sayaaaang..”. Saya teringat tahu isi bikinannya,saya teringat huzaren sla kebanggaannya,saya teringat bincang2 kami sambil minum the membahas gossip selebrity, saya pun kerap teringat sama diskusi seru tentang Negara dan demokrasi antara Tori dan eyang,secara eyang adalah salah satu pejuan di jaman jepang.Semua itu sungguh indah dan ‘ngangenin.




Eyang di semayamkan di rumah Cinere, sampai sana saya langsung sibuk-sibuk mengurus segala keperluan, hingga rasa kehilangan tergantikan dengan kesibukan mempersiapkan pemakaman. Saya sempat ikut memandikan eyang,saat itu kami semua anak dan cucu perempuan partisipasi memandikannya. Tapi lagi2 saya cengeng,well…saya nangis,meski terkendali. Terasa banget kalau saya telah kehilangannya.Saya sangat bersyukur memiliki suami seperti Tori,pada saat itu dia begitu tanggungjawab mengurus semua keperluan makam di TPU Kampung Kandang mewakili keluarga,dan semua alhamdulilah berjalan lancar dan mulus.Terimakasih Tori.Hari itu juga eyang dimakamkan, lebih baik disegerakan begitu sunahnya.



Itulah end of life Eyang, sedih jelas kami rasakan,tapi saya pribadi merasa lega karena sampai akhir hidupnya saya sempat memberikan kebahagiaan padanya sebagai balasan semua kbaikan dan kebahagiaan serta kasih sayang yang ia berikan. Di hari-hari akhirnya,saya sempat mengurusnya,menemaninya,menghibur sakitnya dan menunjukkan rasa kasih kepadanya. Allah berkehendak lain,Allah menyayanginya dan memintanya kembali ke pangkuannya. Saya melepasnya dengan iklas, mencoba tegar dan melepasnya dengan senyum, dan membisikkan dalam hati how I love her.

Sehari sebelum meninggalnya beliau,saya bertemunya untuk terakhir kali di RS, saya menciumnya dan mengatakan “Eyang,I love you”,saya tau dia masih memiliki kesadaran meski hanya 40%,saya tau ia mendengar saya,ketika saya meletakkan kepala saya di sebelah kepalanya ia menekukkan tangan dan memegang kepala saya, ternyata itu salam perpisahan,keesokannya eyang sudah pergi.mengingat moment itu saya ingin menangis, betapa kami berpisah dengan saling mengungkapkan rasa sayang satu sama lain.

Yang pasti saat ini saya masih suka dejavu kalo eyang masih ada, saya belom terbiasa untuk menyatakan eyang sudah enggak ada. Mungkin lebaran nanti saya baru terasa,kalo eyang sudah gak bersama kami.

Selamat jalan eyang…We love you!

(Dedicated to Our beloved Eyang, Ny.Hj.Siwi Syamsini Soesilo Djoyosoediro 13 Mei 1925 – 15 Agustus 2009)

No comments: