Pages

Monday, January 12, 2015

Hidup Sederhana yang makin langka


Sekelumit uneg- uneg saya yang sedang menikmati hujan di meja kerja saya di daerah Selatan Jakarta. Saya pengguna media social yang lumayan aktif, saya memiliki akun Facebook, Twitter, Instagram, dan Path. Memang tidak semuanya aktif, belakangan yang paling aktif adalah path. Karena path lebih dirasa mengasyikkan karena relative lebih privat, kita boleh memilih siapa2 teman yang boleh berteman dengan kita.

Kegiatan saya di path biasanya enggak jauh2 dari memposting tentang masakan saya, makanan kesukaan, mengabadikan kegiatan dng teman, saudara maupun kerabat, tingkah laku konyol2 saya dan teman2 dan sisanya lebih banyak tentang tingkah anak2 saya. Saya rasa itu yang masih sesuai dengan etika kepantasan untuk di share dengan khalayak. Meskipun path cukup limited tetapi saya masih merasa yang ada didalam jejaring path saya kesemuanya bukanlah masuk kategori orang- orang yang merupakan sahabat terdekat saya, saya harus katakan mereka adalah orang lain buat saya.
Untuk itu saya rasa masih perlu untuk memilah mana informasi yang patut dibagikan kepada mereka dan mana yang tidak patut. Sejauh ini saya menutup sekali informasi mengenai hal2 berkaitan dng masalah pribadi terlebih lagi mengenai materi. Buat saya kepemilikan materi adalah privacy, selain itu ada nilai kepantasan yang saya yakini bahwa urusan mengumbar kepemilikan atas materi itu bagian dari sifat pamer. Dan sifat pamer bukan sifat yang dapat dikatakan benar, mengapa? Karena ditinjau dari pemahaman agama sudah jelas salah, ditinjau dari aspek psikologis pun itu salah satu prilaku yang memprihatinkan karena menjurus pada gejala Hedonisme. Banyak akibat buruk yang ditimbulkan oleh hedonisme. Pertama, lenyapnya kekayaan, meningkatnya jurang antar miskin dan kaya berkembangnya kemiskinan, kebangkrutan dan hutang di tengah masyarakat kecil. Ibnu Khaldun sejarawan dan sosiolog muslim dalam hal ini berkata: Sejauh mana sebuah masyarakat tenggelam dalam hedonisme, sejauh itulah mereka akan mendekati batas kehancuran. Proses kehancuran akan terjadi karena hedonisme secara perlahan akan menyebabkan kemiskinan masyarakat dan negara. Sejauh mana hedonisme mewabah, sejauh itu pulalah kemiskinan akan menyebar di tengah masyarakat.

Tidak ada yang salah dengan memakai barang yang dirasa nyaman bagi kita apalagi sesuai dengan isi kantong. Tapi yang salah adalah jika situasinya secara sengaja menampilkan materi yang dimiliki apalagi jika tujuannya untuk membanggakan diri apalagi show up materi demi diberi label dirinya mapan dan sesuai dengan standar kekayaan yang menurutnya dianut orang lain.
Coba jika diperhatikan dengan seksama, mungkin teman2 dapat memperhatikan banyaknya teman dalam jejaring socialnya kita masing2 yang aktif memposting foto – foto yang menunjukkan hal ini, seperti, memposting gambar perhiasan emas yang baru dibelinya, gambar tas maupun sepatu koleksinya dengan harus memotret label nya, memajang foto mobil yang digunakannya lengkap dengan plat mobilnya (mungkin supaya semua orang tau itu mobil masih baru), memotret struk belanjaan milikinya, memajang foto2 situasi ruangan lengkap dengan perabot dalam rumahnya, memajang progress pembangunan rumah barunya dan postingan lain sebagainya yang menunjukkan sikap pamer. Bahkan saya pernah menemukan teman yang berpose di toilet (WC) rumah barunya untuk menunjukkan pada dunia tentang kemewahan rumahnya. Sejujurnya yang dilihat ini menimbulkan reaksi berbeda dari banyak orang, mungkin ada yang gerah karena iri, mungkin juga ada yang kecil hati karena tidak memiliki barang yang sama, mungkin juga menjadi jijik karena tidak sepaham dengan kesombongan orang2 ini atau mungkin justru seperti saya dan teman2 yang melihat itu semua malah menjadikannya guyonan karena tindakan itu saya nilai sangat konyol dan tidak menunjukkan sikap yang elegant. 

Dewasa ini jarang  orang memposting kegiatan belanja di pasar, kegiatan sederhana di alam, kegiatan alamiah manusia yang tidak melibatkan proses pamer harta ini, makan makanan kampung, melakukan aktifitas yang sederhana, naik kendaraan umum, maupun kegiatan biasa- biasa saja lainnya. Hanya segelintir orang yang tampil  nyaman dengan dirinya sendiri tanpa membawa embel2 harta seperti ini, jarang sekali orang tampil alamiah layaknya manusia normal. Gaya seperti itu belakangan ini dinilai hal normal, malah cenderung diposting norak dan ketinggalan jaman.
Tapi dibalik itu, tanpa sadar seseorang yang melakukan kegiatan pamer di media social sudah menjatuhkan martabatnya seolah tidak memahami intelektualitas dan etika. Tapi apa daya, saat ini orang tidak banyak berfikir tentang hal itu, orang seperti berlomba2 ingin terlihat kaya, entah ingin pujian atau apa. Yang pasti gejala hedonism ini mulai merambat kemana- mana. Mulai dari orang kaya baru, pegawai swasta, PNS sampai ibu rumah tangga. Semua berlomba untuk menunjukkan gaya hidup jet set. Ini mengerikan, jika dalam sebuah keluarga, ayah maupun ibunya terjangkit virus hedonism akut seperti ini, lantas bagaimana anak2 yang dihasilkan dari keluarga tersebut? 

Tapi mungkin inilah tantangan kita, gaya hidup hedonism ini memiliki daya tarik yang kuat, apalagi dengan kuatnya pengaruh media social yang membuat orang mudah tergiur untuk eksis dan show off. Ini adalah ujian berat bagi kita untuk mengambil langkah- langkah aman untuk menjauhkan diri kita dari godaan gaya hidup hedonism. Para pihak harus kembali menyadari pentingnya kembali menjalani hidup yang normal, maka mulailah untuk terbiasa menampilkan kesederhanaan dan membiasakan bersikap bersahaja. Karena kita adalah role model generasi kedepan.

Tidak ada yang salah dengan menampilkan citra diri yang mapan, sepanjang tetap memperhatikan sikap sederhana dan tidak pamer. Mulailah berimbang untuk menunjukkan sisi diri kita yang sebenarnya, berhentilah terobsesi membangun image ‘saya orang kaya’. Anda harus sadar anda tidak perlu bersaing dengan siapapun untuk itu, anda cukup membuktikan diri untuk diri anda sendiri bahwa anda adalah orang yang mampu bertahan hidup dengan normal dan memegang teguh prinsip hidup anda, tentu prinsip hidup yang positif. Anda tidak perlu sibuk menunjukkan diri anda sukses, orang yang sebenarnya sukses malah jauh lebih fokus pada hal- hal bermanfaat bukan hal2  yang sama sekali tidak memiliki manfaat seperti pamer.
Anda tidak perlu menjadi orang lain dan menarik perhatian orang lain, yang perlu anda titik beratkan adalah bagaimana anda bisa survive di masa depan anda, bagaimana anda menciptakan generasi berikutnya yang berkualitas bukan yang hedonism.

No comments: