Minggu lalu saya cuti karena sakit, saya begitu lemah sampe
membaca buku pun pusing skali rasanya, akhirnya saya hanya mampu menikmati
gambar demi gambar yang ada di media social Instagram supaya tidak bosan di
tempat tidur. Saya gak sengaja membuka link Instagram salah seorang putri pasangan
artis (yg finaly bercerai) Anang dan Krisdayanti, anak itu mungkin usianya baru
15 tahun, saya enggak terlalu tau. Saya kaget saat melhat instagramnya, bahwa
untuk ukuran anak umur segitu haters nya luar biasa banyak. Saya yang
ketinggalan jaman atau bagaimna, seingat saya anak ini belum punya karya
seperti film layar lebar, sinetron ataupun album sendiri, ia hanyalah
(kebetulan) anak sepasang selebrity. Namun yang mencengankan adalah betapa
haters anak ini kejam dalam melontarkan hinaan demi hinaan. Yang dihina pun
bukan karena karyanya karena anak ini spt saya bilang tadi belum punya karya
apa2 dan emang bukan artis. Saya lihat para haters itu mencerca anak itu dengna
sangat terang- terangan seperti: dasar lo
item, dasar lo jelek, paha lo tuh kayak kaki sapi, entah apalagi saya gak
sanggup menuliskan disini.
Hal serupa saya lihat juga di akun instagram salah seorang
mantan kekasih putra sulung Ahmad Dhani, yang sama sekali bukan artis, dan
hatersnya banyak sekali, yang cercaan-cercaanya begitu tajam, yang jika dilihat
juga bukan karena si pemilik akun melakukan foto yang aneh, isinya caci-cacian
yang terasa penuh kedengkian.
Saya enggak paham duduk permasalahan para haters ini dengan
orang yang bersangkutan. Saya rasa buka urusan orang juga ya melihat ada orang
berpose dengan gaya apapun, toh itu media social milik orang tersebut. Kalo
tidak suka tinggal unfollow kan beres.Apalagi kalau ada foto- foto yang biasa-
biasa saja tapi tetap mendapat cercaan yang enggak nyambung, seperti pose orang
lagi sama pacarnya, lalu dihina : dih mau
aja lagi dia sama elo dasar jelek, dasar permepuan gak bener. Nah looo
kacau kan?
Belum lagi kalau kita menilik prilaku kicauan miring si
pengacara yang sedang berusaya mencalonkan diri jd capres RI, Farh*t Ab*s. Saya melihat kenapa orang ini ringan sekali
menghujat orang lain melalui akun twiternya, padahal kemungkinan ia pun tidak
mengetahui duduk permasalahan utama yang sedang dihadapi orang yang dijuatnya.
Tapi yang menarik disini, saya melihat orang mulai terkikis
rasa tenggang rasa dan saling menghormatinya. Menghujat sudah seperti budaya.
Bahkan kedengkian seperti menjadi hal yang lumrah serta cukup sah untuk
dilontarkan tanpa malu bahwa apa yang dilontarkan itu menunjukkan kekerdilan
jiwanya.
Saya enggak bilang orang yang yang dicecar para haters ini
mutlak benar, misal anak seusia belasan tahun tapi gaya berdandan lengkap dan
kadang tidak sesuai usianya, ataupun gaya bercelana pendek memamerkan aurat
(mohon maaf), emang ada yang yang kurang tepat, tapi itu sekali lagi hak azasi
orang itu. Gak perlu ditanggapi dengan hujatan yang sungguh tidak manusiawi.Atau
seperti pengacara itu, apakah perlu menanggapi hal- hal remeh yang mungkin
tidak penting sementara harusnya ia sibuk dng karier pengacaranya?
Menanggapi anak- anak dibawah umur yang di bully para haters
melalui media social pun membuat saya gak paham kemana orang tuanya?
Apa tidak lebih baik meminta anak2 mereka membuat social
media mereka dlm kondisi private agar tidak dihampiri haters yang komentar- komentarnya
sungguh merusak kepercayaan diri anak2 itu.
Atau jangan2 orang tua anak2 ini pun mementingkan
popularitaas sang anak sehingga membiarkan para haters lalu lalang meninggalkan
komentar2 kejam seperti itu di media social anaknya?
Kalo terjadi pada Lulla (amit- amit) mungkin saya akan meminta Lulla
mengubah media social mjd lbh private, agar secara mental anak saya pun tidak
dirongrong oleh cercaan para haters.
Saya yakin cercaan haters ini pun mampu membangun mental
seseorang untuk lebih berbesar hati, namun saya rasa ada waktunya untuk menempa
mental seseorang melalui hal tersebut, dan saat yang tepat itu bukanlah usia
masih belasan tahun.
Berbicara soal haters, saya pun memiliki orang yang diam-
diam gemar menghujat dan mencerca saya dibelakang, dari mulai masalah interaksi
saya dengan jajaran direksi, kehidupan financial keluarga saya,sampai cara
mendidik anak saya. Semua itu dng gamblangnya ia uraikan ke temannya yang kemudian
menyampaikan lagi kepada saya akan cercaan- cercaan itu. Tapi karena usia saya
yang sudah begini banyak, tentu saya menyikapi orang- orang bermulut jahat dan
pendengki begini dengan sikap lebih
legowo dan penuh keiklasan. Tidak perlu terbawa emosi apalagi memasukkan hati,
saya cenderung menjadikannya angin lalu, dan hanya dengan kunci memaafkan
dengan iklas yang akhirnya membuat saya tidak dendam apalagi sakit hati. Tapi
mungkin kalo orang begini berhadapan dengan saya 10 tahun lalu, mungkin saya
tidak akan sesabar ini.
Ini mengingatkan saya akan cercaan para haters kepada anak2
ini di media social ang saya sebut diatas, saya rasa 100x lipat lebih jahat
dari yang saya terima dari orang ini, apakah anak- anak itu mampu berdiri tegar
tanpa emosi sama sekali menerimanya?
Apakah cukup sehat untuk perkembangan psikologis mereka saat
kecaman- kecaman yang cenderung tak berdasar itu melukai perasaan mereka setiap
harinya?
Yang saya tau banyak case bunuh diri yang dilakukan anak2
muda diluar sana karena ulah haters. Mereka tak kuat menangkal cercaan demi
cercaan tersebut sehingga memilih bunuh diri.
Jadi saya pikir, sebagai orang tua mestinya bisa mulai
mencermati media social anak2 kita.Jika ada orang tua yang kelak ingin anaknya memiliki popularitas, perlu perencanaan matang langkah yang lebih tepat
untuk anak kita agar mampu mengemban popularitas,karena popularitas tidak lepas dari yang
namanya para haters dan tidak bisa kita cegah juga keberadaannya. Maka kesiapan
mental pun harus dibangun sebelum anak menjadi bulan- bulanan kekejaman manusia
iseng diluar sana.
Sementara fenomena banyaknya manusia yang bertransformasi
menjadi pendengki yang lebih sering disebut haters ini ,perlu juga kita
cermati, jangan sampai anak- anak kita justru berkembang menjadi para haters
seperti ini. Yang saya lihat jaman sekarang orang sungguh minim dalam memahami
pendidikan moral. Adanya kemajuan teknologi nampaknya tidak disikapi dengan
bijaksana, orang cenderung makin mudah menjadi manusia2 kejam dan seenaknya yang gemar menyakiti perasaan orang. Social
skill seseorang pun tidak berkembang, karena orang cenderung berani berhadapan
hanya dibalik dunia maya, dan cenderung ciut jika harus berdebat secara
langsung atau berhadap- hadapan secara fair.
Bagi para orang- orang yang memang pendengki, tentu ini jadi tameng yang baik
sekali untuk mereka, karena tanpa harus memilki keberanian mengkritik dihadapan
orangnya langsung secara face to face mereka tetap mampu melontarkan
kedengkiannya.
Bagaimana mungkin sifat sejelek itu mampu tumbuh dalam diri
seseorang? Ini semua kembali lagi kepada
bagaimana seseorang terdidik, baik dirumah, disekolah dan pergaulan. Tugas
utama semua pihak bgmn bagaimana anak
mampu mendapat pendidikan moral yang tepat, agar mereka agar lebih bertenggang rasa,
lebih saling menghormati, lebih mampu memahami perbedaan dan jauh dari sikap
pendengki.Kita pun punya tugas
menciptakan generasiyang kritis yang berani mengungkapkan kritik secara gentle
karena memang memiliki alasan kuat atas
pendapatnya. Bukan seperti sekarang ini, ketidaksukaan terhadap orang lain
tidak dapat dicari dasarnya karena apa, dan kadang hanya dengan enteng mengatakan
: “ya pokoknya gue enggak suka aja sama
dia”.
Perlu juga adanya penanaman pikiran bahwa gadget dan segala
kemajuan teknologi harus disikapi sebagai penyambung silaturahim. Dan
terpenting, sejak dini anak2 diajarkan untuk tidak melakukan hal yang sia2,
menjadi haters yang gemar menghujat, menggunjingi dan memfitnah orang adalah
prilaku yang sia- sia yang justu dosanya
sungguh besar.
Ini menjadi PR bagi kita bagi kita semua, jangan geser
kebiasaan kita sebagai manusia berbudaya menjadi manusia yang tak kenaal etika
dan budi pekerti.
Dan untuk semua moms, aware lah dengan gadget anak- anak
anda, jangan sampai anak2 jadi bahan bully maupun pelaku bully meski melalui media
social.
Semoga berkenan :)